Mengenal Telemedicine Dan Telehealth

Penulis:
dr. Rachmah Ubat Harahap, dan
dr. Fauziah Nur

Keduanya Mahasiswa Magister Hukum Universitas Pembangunan Panca Budi

Pendahuluan

Pelayanan kesehatan yang baik merupakan pemenuhan hak asasi pada manusia dan termasuk salah satu unsur kesejahteraan umum yang harus diwujudkan oleh pemerintah sesuai dengan cita-cita bangsa sebagaimana yang dimaksud dalam Pembukaan UUD NRI 1945, yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia berdesarakan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.

Baca juga:
Jaminan HAM Bagi Penyandang Disabilitas

Pembaharuan serta berbagai macam inovasi dalam pelayanan kesehatan menawarkan sebuah kemudahan dan efesiensi bagi pasien dalam memilih pelayanan kesehatan yang dikehendakinya. Namun seringkali aspek waktu, jarak, terlebih finansial menjadi indikator utama bagi pasien dalam mempertimbangkan bahkan menunda untuk melakukan pemeriksaan ke pelayanan kesehatan. Oleh sebab itulah lahir fasilitas pelayanan kesehatan berbasis internet atau lebih dikenal sebagai telemedicine, yang dapat di akses seluruh lapisan masyarakat demi kemudahan dalam melakukan upaya pelayanan Kesehatan. Kemudahan dalam mengakses layanan telemedicine menjadi daya tarik utama, dimana masyarakat tidak perlu mengeluarkan waktu, tenaga, bahkan biaya lebih untuk mendapatkan layanan kesehatan.  Merujuk kedalam Pasal 1 angka 1 Permenkes No. 20 Tahun 2019 ditentukan bahwa yang dimaksud dengan telemedicine adalah pemberian pelayanan kesehatan jarak jauh oleh profesional kesehatan dengan menggunakan teknologi informasi dan komunikasi, meliputi pertukaran informasi diagnosis, pengobatan, pencegahan penyakit dan cedera, penelitian dan evaluasi, dan pendidikan berkelanjutan penyedia layanan kesehatan untuk kepentingan peningkatan kesehatan individu dan masyarakat. [1] Berkaitan dengan pelayanan telemedicine sesuai Pasal 2 Permenkes No. 20 Tahun 2019 ialah “dilaksanakan oleh tenaga kesehatan yang memiliki surat izin praktik di Fasyankes penyelenggara.” Adapun menurut Pasal 3 ayat (1) terdapat beberapa jenis pelayanan telemedicine mencakup “teleradiology, telelektrokardiografi, teleultrasonografi, telekonsultasi klinis, dan pelayanan konsultasi telemedicine lain sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.”

Negara Indonesia sekarang ini masih belum memiliki peraturan perundang-undangan yang mengendalikan dan mengatur secara eksplisit perihal praktik pelayanan kesehatan berbasis telemedicine. Secara umum pengaturan praktik telemedicine merujuk pada UndangUndang Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran dan juga UndangUndang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Pada tahun 2015 Menteri Kesehatan mengeluarkan Peraturan No 90 tentang Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan di Kawasan Terpencil dan Sangat Terpencil untuk mulai mengembangkan pelayanan kesehatan berbasis telemedicine (Permenkes, 2015). Tahun 2016 Kementrian Kesehatan melakukan uji coba untuk menerapkan teleradiologi pada Rumah Sakit percobaan (Kemenkes RI, 2016).Strategi e-kesehatan Nasional ditetapkan melalui PMK No. 46 tahun 2017 yang merupakan pendekatan secara menyeluruh untuk perencanaan, pengembangan, implementasi, dan evaluasi pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi di bidang kesehatan secara nasional. Kemudian dilengkapi oleh PMK nomor 20 tahun 2019 mengatur telemedicine antar fasilitas pelayanan hukum. Keputusan Menteri Kesehatan nomor 4829 tahun 2021 memuat tentang pedoman pelayanan kesehatan melalui telemedicine dan Perkonsil nomor 74 tahun 2020 memuat kewenangan klinis praktik melalui telemedicine tetapi hanya pada masa pandemi Covid-19 (Keputusan Menteri Kesehatan, 2021) (KKI, 2020) Unsur utama dalam melakukan upaya kesehatan secara telemedicine tetap bertumpu pada kontrak terapeutik. Sebagaimana yang disebutkan dalam Mukadimah Kode Etik Kedokteran Indonesia yang dilampirkan dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 434/MEN.KES/X/1983 tentang Berlakunya Kode Etik Kedokteran Indonesia Bagi Para Dokter di Indonesia.

Pengertian Telemedicine dan Tele-Health

Telemedicine berasal dari Bahasa Yunani, yang berasal dari kata tele dan medicus, tele artinya yaitu jarak jauh sedangkan medicus berarti pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh petugas kesehatan.[1] Dan menurut World Health Organization (WHO)  telemedicine ialah sistem layanan perawatan kesehatan berbasis jarak jauh yang dilakukan oleh tenaga professional kesehatan dengan bantuan teknologi informasi dan komunikasi agar mempermudah dalam pertukaran informasi seperti diagnosis yang valid, pengobatan, pencegahan cedera dan penyakit dengan tujuan demi meningkatkan kualitas kesehatan individu beserta lingkungannya (WHO, 2010).

Pasal 1 Ayat 1 Permenkes 20/2019 memuat pengertian telemedicine. Ia diartikan sebagai:

“Pemberian pelayanan kesehatan jarak jauh oleh profesional kesehatan dengan menggunakan teknologi informasi dan komunikasi, meliputi pertukaran informasi diagnosis, pengobatan, pencegahan penyakit dan cedera, penelitian dan evaluasi, dan pendidikan berkelanjutan penyedia layanan kesehatan untuk kepentingan peningkatan kesehatan individu dan masyarakat.”

Menurut American Association, telehealth merupakan media memberikan perawatan dari jarak jauh untuk meningkatkan efisiensi dan akses pasien ke perawatan kesehatan. Telehealth merupakan metode yang dapat dilakukan untuk meningkatkan perawatan kesehatan dan memberikan pendidikan kesehatan melalui teknologi telekomunikasi. Telehealth mengacu pada penyampaian layanan yang memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi seperti telepon, videoconferencing, pesan elektronik, atau pemantauan digital untuk meningkatkan pelayanan kesehatan..[2]

World Health Organization (WHO,2010) membagi 4 aspek yang berkaitan erat dengan sistem telemedicine, diantaranya:

  1. Tujuan dalam menggunakan teknologi ini yaitu memberikan dukungan klinis.
  2. Telemedicine hadir untuk menangani hambatan geografis dimana akan mempermudah hubungan pengguna dan tim kesehatan yang sedang tidak berada di lokasi yang sama.
  3. Berbagai jenis Teknologi Informasi dan Komunikasi  dilibatkan untuk memaksimalkan penggunaan telemedicine.
  4. Meningkatkan kesehatan adalah tujuan akhir yang harus dicapai.

Menurut (Anthony Jnr, 2020) telehealth memiliki tipe- tipe, antara lain:

  1. Synchronous
    Tipe komunikasi online langsung dengan mediasi komputer dan layanan daring dengan waktu yang sama menggunakan telepon, video konferensi dll.
  2. Asynchronous
    Tipe komunikasi online tidak langsung yang menggunakan mediasi komputer dan layanan daring, dan waktu pelaksanaanya tidak bersamaan/ tertunda menggunakan email, pesan pada portal pasien, konsultasi elektronik, dll.
  3. Agen virtual
    Tipe agen virtual atau chatbot, tipe ini digunakan untuk menjawab pertanyaan- pertanyaan yang sering muncul atau ditanyakan oleh pasien, dan juga muncul beberapa referensi kesehatan dari World Health Organization (WHO).
  4. Artificial intelligence (AI)
  5. Tipe ini merupakan teknologi yang bisa memberikan data kepada tenaga kesehatan berupa tekanan darah, saturasi oksigen melalui kecanggihan dan juga dengan bantuan sensory seperti Apple Watch.

5 Pelayanan Telemedicine yang dapat diberikan, yaitu:[3]

  1. Teleradiologi; pelayanan radiologi diagnostik dengan menggunakan transmisi elektronik berbasis gambar dari semua modalitas radiologi beserta data pendukung dari Fasyankes Peminta Konsultasi ke Fasyankes Pemberi Konsultasi untuk mendapatkan ketepatan dan akurasi dalam penegakan diagnosis
  2. Teleelektrokardiografi; pelayanan elektrokardiografi dengan menggunakan transmisi elektronik gambar dari Fasyankes Peminta Konsultasi ke Fasyankes Pemberi Konsultasi
  3. Teleultrasonografi; pelayanan ultrasonografi obsterik dengan menggunakan transmisi elektronik gambar dari Fasyankes Peminta Konsultasi ke Fasyankes Pemberi Konsultasi
  4. Telekonsultasi klinis; pelayanan konsultasi klinis jarak jauh untuk membantu menegakkan diagnosis, dan/atau memberikan pertimbangan/saran tata laksana baik secara tertulis, suara, dan/atau video serta harus terekam dan tercatat dalam rekam medis
  5. pelayanan konsultasi Telemedicine lain sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Perkembangan Telemedicine

Perkembangan telemedicine di Indonesia telah dimulai sejak  tahun 2015 Menteri Kesehatan mengeluarkan peraturan nomor 90 tentang penyelenggaraan pelayanan kesehatan di kawasan terpencil untuk mulai mengembangkan pelayanan kesehatan berbasis telemedicine (Permenkes, 2015). Tahun 2016 Kementrian Kesehatan melakukan uji coba untuk menerapkan teleradiologi pada Rumah Sakit percobaan (Kemenkes RI, 2016). Strategi E-kesehatan Nasional ditetapkan melalui PMK No. 46 tahun 2017 yang merupakan pendekatan secara menyeluruh untuk perencanaan, pengembangan, implementasi, dan evaluasi pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi di bidang kesehatan secara nasional. Kemudian dilengkapi oleh PMK nomor 20 tahun 2019 mengatur telemedicine antar fasyankes. Keputusan menteri kesehatan nomor 4829 tahun 2021 memuat tentang pedoman pelayanan kesehatan melalui telemedicine dan Perkonsil nomor 74 tahun 2020 memuat kewenangan klinis praktik melalui telemedicine tetapi hanya pada masa pandemi Covid-19 (Keputusan Menteri Kesehatan, 2021) (KKI, 2020).

Kelebihan dan Kekurangan Penggunaan Telemedicine

Hadirnya Telemedicine tentu banyak memberi kemudahan bagi masyarakat, terutama yang berada di wilayah terpencil dengan jumlah Dokter yang terbatas. Penelitian juga menunjukkan bahwa penggunaan telehealth/telemedicine dapat mengurangi biaya dan meningkatkan akses ke perawatan pasien (Anthony Jnr, 2020). Telehealth/Telemedicine juga terbukti bermanfaat untuk pasien rawat inap perawatan, khususnya untuk membantu menyeimbangkan penyediaan layanan klinis dengan lonjakan permintaan melintasi batas fisik atau geografis, menghemat peralatan pelindung pribadi, dan menyediakan pasien yang terisolasi koneksi ke keluarga dan teman (Wosik dkk., 2020). Ada lima alasan utama untuk mempertimbangkan menggunakan Telemedicine yaitu akses yang lebih baik, hemat biaya, kenyamanan, permintaan dari pengguna generasi milenial, dan mengurangi ketidakhadiran tenaga medis untuk masyarakat.

Namun, masih ada beberapa tantangan yang harus dihadapi oleh penyedia layanan Telemedicine, salah satunya yakni belum meratanya akses internet di Indonesia, sehingga sejumlah wilayah belum dapat menikmati layanan ini. Selain itu, layanan Telemedicine lebih banyak dibangun oleh startup ketimbang rumah sakit, padahal tingkat kepercayaan masyarakat terhadap layanan kesehatan digital dari rumah sakit lebih tinggi karena dianggap telah memiliki ekosistem yang baik.

Pengaturan Dasar Hukum Dalam Pelaksanaan Telemedicine dan TeleHealth

Telemedicine dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 20 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Pelayanan Telemedicine Antar Fasilitas Pelayanan Kesehatan adalah: “Pemberian pelayanan kesehatan jarak jauh oleh profesional kesehatan dengan menggunakan teknologi informasi dan komunikasi, meliputi pertukaran informasi diagnosis, pengobatan, pencegahan penyakit dan cidera, penelitian dan evaluasi, dan pendidikan berkelanjutan penyedia layanan kesehatan untuk kepentingan peningkatan kesehatan individu dan masyarakat”.

Adapun hasil penelitian yang berkaitan dengan tanggung jawab hukum dokter dan fisioterapi dalam pelayanan telemedicine adalah sebagai berikut : [4]

  1. Pasal 4, Pasal 7, Pasal 9 Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia Nomor 74 Tahun 2020 tentang Kewenangan Klinis dan Praktik Kedokteran Melalui Telemedicine pada Masa Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) di Indonesia mengatur tentang kewajiban dan larangan bagi dokter dalam pelayanan telemedicine.
  2. Pasal 9 Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 20 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Pelayanan Telemedicine yakni Sumber daya manusia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf a pada Fasyankes Pemberi Konsultasi terdiri atas: dokter; dokter spesialis/dokter subspesialis; tenaga kesehatan lain; dan tenaga lainnya yang kompeten di bidang teknologi informatika.
  3. Pasal 17 ayat (2), Pasal 18 ayat (2) Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 20 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Pelayanan Telemedicine Antar Fasilitas Pelayanan Kesehatan mengatur tentang kewajiban tenaga kesehatan sebagai peminta dan pemberi konsultasi di fasilitas pelayanan kesehatan.
  4. Pasal 29, Pasal 31, Pasal 35, Pasal 36, Pasal 41, Pasal 44, Pasal 45, Pasal 46, Pasal 48, Pasal 49, Pasal 51, Pasal 66, Pasal 69, Pasal 75, Pasal 76, Pasal 79 Undang – Undang No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran mengatur kewajiban, wewenang, serta sanksi dokter apabila melanggar peraturan tersebut. Tanggung jawab hukum dokter dalam pelayanan telemedicine berpedoman pada Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran karena dokter merupakan sumber daya manusia dalam pelayanan telemedicine.
  5. Pasal 7, Pasal 16, dan Pasal 27 Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 80 Tahun 2013 Tentang Al-Manhaj: Jurnal Hukum dan Pranata Sosial Islam 106 Penyelenggaraan Pekerjaan Dan Praktik Fisioterapi mengatur fisioterapi yang mempunyai kewenangan memberikan pelayanan kesehatan secara mandiri.
  6. Pasal 2, Pasal 20, Pasal 23, Pasal 26, Pasal 27, Pasal 29, Pasal 31, dan Pasal 32 Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 2052/MENKES/PER/X/2011 tentang Izin Praktik dan Pelaksanaan Praktik Kedokteran mengatur tentang wewenang, kewajiban dokter serta sanksi bagi dokter apabila melanggar peraturan tersebut.
  7. Pasal 15, Pasal 32, Pasal 36, Pasal 37, Pasal 38, Pasal 39, Pasal 48, Pasal 51 ayat (2), Pasal 52 ayat (2), (3), (4) Undang – Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik sebagaimana telah diubah dengan Undang – Undang No. 19 Tahun 2016 mengatur kewajiban tenaga kesehatan sebagai penyelenggara sistem elektronik dalam pelayanan telemedicine serta sanksi terhadap tenaga kesehtan apabila melanggar peraturan tersebut.

Menelaah pengaturan hukum terkait platform kesehatan online ialah diselenggarakan dengan didasarkan pada Peraturan Menteri Kesehatan No. 20 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Pelayanan Telemedicine Antar Fasilitas Pelayanan Kesehatan (Permenkes No. 20 Tahun 2019). Merujuk kedalam Pasal 1 angka 1 Permenkes No. 20 Tahun 2019 ditentukan bahwa yang dimaksud dengan telemedicine ialah “pemberian pelayanan kesehatan jarak jauh oleh profesional kesehatan dengan menggunakan teknologi informasi dan komunikasi, meliputi pertukaran informasi diagnosis, pengobatan, pencegahan penyakit dan cedera, penelitian dan evaluasi, dan pendidikan berkelanjutan penyedia layanan kesehatan untuk kepentingan peningkatan kesehatan individu dan masyarakat. ”Berkaitan dengan pelayanan telemedicine sesuai Pasal 2 Permenkes No. 20 Tahun 2019 ialah “dilaksanakan oleh tenaga kesehatan yang memiliki surat izin praktik di Fasyankes penyelenggara.” (Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2021)

Adapun menurut Pasal 3 ayat (1) terdapat beberapa jenis pelayanan telemedicine mencakup “teleradiologi, telelektrokardiografi, teleultrasonografi, telekonsultasi klinis, dan pelayanan konsultasi telemedicine lain sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. ”Dalam produk hukum ini juga dijelaskan bahwasannya prasarana dalam telemedicine adalah listrik dan jaringan internet yang memadai sesuai Pasal 11 ayat (2).

Adapun larangan bagi dokter dalam melaksanakan praktik kedokteran melalui telemedicine diatur dalam Pasal 9 Peraturan Konsil Kedokteran Nomor 47 Tahun 2020, antara lain:

  1. Telekonsultasi antara tenaga medis dengan pasien secara langsung tanpa melalui Fasyankes;
  2. Memberikan penjelasan yang tidak jujur, tidak etis, dan tidak memadai (inadequate information) kepada pasien atau keluarganya;
  3. Melakukan diagnosis dan tatalaksana di luar kompetensinya;
  4. Meminta pemeriksaan penunjang yang tidak relevan;
  5. Melakukan tindakan tercela, tindakan intimidasi atau tindakan kekerasan terhadap pasien dalam penyelenggaraan praktik kedokteran;
  6. Melakukan tindakan invasif melalui telekonsultasi;
  7. Menarik biaya di luar tarif yang sudah ditetapkan oleh Fasyankes; dan/atau h. Memberikan surat keterangan sehat.

Perlindungan Hukum Pengguna Telemedicine dan TeleHealth

Perlindungan hukum adalah sebuah upaya yang dilakukan penguasa atau penegak hukum dengan serangkaian peraturan yang ada untuk melindungi hak asasi manusia yang dirugikan orang lain dan perlidungan hukum diberikan kepada masyarakat agar semua hak-haknya dapat dinikmati. Perlindungan konsumen adalah perlindungan hukum untuk konsumen agar kebutuhannya terpenuhi dan terhindar dari hal hal yang menyebabkan kerugian. Perlindungan hukum terhadap konsumen telah diatur dalam Undang-Undang tentang Perlindungan Konsumen. Hal-hal yang diatur antara lain hak dan kewajiban konsumen, hak dan kewajiban pelaku usaha, perbuatan-perbuatan yang dilarang pelaku usaha, tanggung jawab pelaku usaha serta pembinaan dan pengawasan pemerintah. Perlindungan hukum yang diatur dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen bertujuan untuk memberikan perlindungan terhadap hak-hak konsumen.

Pelayanan kesehatan secara umum diketahui adanya pemberi pelayanan dalam hal ini dokter dan yang menerima pelayanan atau melakukan upaya kesehatan dalam hal ini adalah pasien. Sudah sejak dahulu dikenal dengan adanya hubungan kepercayaan yang disebut dengan transaksi terapeutik. Transaksi merupakan hubungan timbal balik yang dihasilkan melalui komunikasi sedangkan terapeutik diartikan sebagai sesuatu yang mengandung unsur atau pengobatan, secara yuridis transaksi terapeutik diartikan sebagai hubungan hukum antara dokter dan pasien dalam pelayanan medis secara professional didasarkan kompetensi yang sesuai dengan keahlian dan keterampilan tertentu di bidang kedokteran, pelayanan yang diberikan bersifat pemberian pertolongan atau bantuan yang didasarkan kepercayaan pasien terhadap dokter.

Dalam artikel ini menjelaskan, bahwa pasien juga termasuk sebagai konsumen, tepatnya sebagai konsumen di bidang kesehatan, karena pada umumnya pasien adalah orang yang melakukan konsultasi masalah kesehatan untuk memperoleh layanan kesehatan yang dibutuhkan, hal ini sesuai dengan adanya hubungan perikatan antara pihak Dokter dengan pasien yang dikenal dengan kontrak terapeutik, yaitu pihak dokter berupaya secara maksimal untuk menyembuhkan pasien,hal ini juga diperkuat dengan adanya putusan Menteri Kesehatan RI No.756/Menkes/SK/VI/2004 tentang persiapan liberalisasi perdagangan dan jasa di bidang kesehatan, maka dengan demikian Undang-Undang No 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dapat juga diberlakukan pada bidang kesehatan.

Mengenai perlindungan hukum untuk pasien dalam telemedicine, perlu dipahami ketentuan dalam Pasal 3 ayat (2) Peraturan Konsil Kedokteran Nomor 47 Tahun 2020 tentang Kewenangan Klinis dan Praktik Kedokteran Melalui Telemedicine Pada Masa Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid19) di Indonesia, yang menyatakan bahwa: “Praktik kedokteran melalui aplikasi/sistem elektronik berupa telemedicine sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan pelayanan konsultasi atau telekonsultasi yang diberikan oleh dokter dan dokter gigi dengan menerapkan prinsip kerahasiaan pasien”, kemudian pada Pasal 3 ayat (4) Peraturan Konsil Kedokteran Nomor 47 Tahun 2020, disebutkan bahwa: “Dokter dan dokter gigi yang melakukan praktik kedokteran melalui telemedicine harus mempunyai Surat Tanda Registrasi dan Surat Izin Praktik di Fasyankes sesuai dengan ketentuan peraturan perundang – undangan”. Berdasarkan ketentuan Pasal 3 ayat (2) dan ayat (4) Peraturan Konsil Kedokteran Nomor 47 Tahun 2020, maka informasi pribadi pasien bersifat rahasia, tidak ada pihak lain yang dapat mengetahui informasi pasien, kecuali dokter dan pasien itu sendiri. Kewajiban fisioterapi juga diatur di dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 80 tahun 2013 Tentang Penyelenggaraan Pekerjaan Dan Praktik Fisioterapis yang terdiri dari : “menghormati hak pasien/klien, merujuk kasus yang tidak dapat ditangani, menyimpan rahasia pasien, memberikan informasi tentanag kesehatan pasien, meminta informed consent/persetujuan tindakan, mematuhi standar profesi, standar pelayanan, dan standar prosedur operasional fisioterapis”.

 Berkaitan dengan pasien sebagai pengguna jasa pelayanan kesehatan dalam platform kesehatan sendiri telah dijamin hak – haknya sebagai konsumen melalui Pasal 4 UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK) yakni salah satunya ialah untuk meminta ganti kerugian dalam hal terjadinya ketidaknyamanan, persoalan keselamatan maupun kerugian yang diderita dari digunakannya barang dan/atau jasa oleh konsumen. Berdasar kepada hal tersebut terkait kesalahan diagnosis yang terjadi pada salah satu platform kesehatan online dapat termasuk sebagai pelanggaran atas hak – hak konsumen sebagaimana yang telah dijamin dalam UUPK sehingga permasalahan hukum ini ini dapat diselesaikan di luar pengadilan sesuai ketentuan Pasal 47 UUPK maupun secara litigasi dengan merujuk pada ketentuan Pasal 48 UUPK. (Luh et al., 2021)

Beranjak dari permasalahan mengenai perlindungan medical record pasien, hal yang tak kalah penting untuk diberikan atensi lebih dalam penyelenggaraan layanan kesehatan berbasis telemedicine adalah sasaran dari layanan tersebut tepat kepada pasien yang memang benar mengerti dan telah memahami kondisi dirinya sendiri. Mengingat masih adanya keterbatasan layanan telemedicine dalam menyajikan keutuhan informasi terkait data diri pasien maka sudah sepatutnya dokter berkewajiban untuk mempertimbangkan apakah informasi maupun data yang ditampilkan oleh sistem layanan telemedicine memadai dan lengkap. Hal tersebut berkaitan dengan munculnya keyakinan profesional yang kuat, sehingga dapat ditindak lanjuti sebagai penegakan diagnosis beserta dengan penetapan tata laksana terhadap pasien. (Simamora et al., 2020)

Pasien diharuskan menyetujui kesepakatan terhadap macam tindakan medis yang dimungkinkan untuk diberikan kepadanya atau lebih dikenal sebagai informed consent juga menjadi kunci utama bagi dokter untuk memberikan diagnosa dan penanganan medis yang tepat. Perlu disadari pula bagi dokter yang berkiprah dalam dunia telemedicine harus sangat memiliki tingkat kesadaran dan kehati-hatian yang tinggi dalam memberikan saran medisnya sebagaimana melakukan tindakan tersebut secara konvensional, sehingga menghindari berbagai kemungkinan bahwa saran yang diberikan dapat berpotensi keliru ataupun salah dipahami. Selain itu, dokter tersebut wajib mempertimbangkan peluang bahwa sarannya tersebut dipergunakan oleh pasien untuk hal positif seperti diagnosa penyakitnya sendiri, atau bahkan dipergunakan sebagai bahan kejahatan oleh beberapa oknum untuk menjatuhkan citra dokter telemedicine atau yang biasa dikenal sebagai cybermedicine. (Bimrew Sendekie Belay, 2022)

Kesimpulan

Telemedicine dan Tele-Health merupakan pemberian pelayanan kesehatan dari jarak jauh yang dilakukan atau dilaksanakan oleh dokter yang memanfaatkan tekhnologi informasi dan komunikasi. b. Pengaturan dasar hukum terkait Telemedicine dan TeleHealth adalah Peraturan Menteri Kesehatan No. 20 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Pelayanan Telemedicine Antar Fasilitas Pelayanan Kesehatan (Permenkes No. 20 Tahun 2019). Perlindungan hukum bagi pengguna Telemedicine dan Tele-Health dapat dilihat dalam ketentuan dalam pasal 3 ayat 2 dan ayat 4, serta Pasal 7 Peraturan konsil Kedokteran Nomor 74 tahun 2020 yang menerapkan prinsip kerahasiaan pasien, kewajiban STR dan SIP, serta adanya rekam medis.


[1] Kuntardjo, C. (2020). Dimensi Etik dan Hukum Telemedisin di Indonesia: Cukupkah Permenkes Nomor 20 Tahun 2019 sebagai Bingkai Praktik Telemdisin di Indonesia? Soepra Jurnal Hukum Kesehatan, 6(1), 1–14

[2] Erlinda.2021.Faktor Pendukung dan Penghambat Implementasi Tele-Health di Masa Pandemi Covid-19;Systematic Review: Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar;Makassar

[3] Permenkes No 20 Tahun 2019

[4] Kuswardani, Zainal Abidin.2023.Perlindungan Hukun terhadap Pasien sebagai Pengguna Fitur Layanan Kesehatan di Aplikasi Fisdok. Jurnal Hukun dan Pranata Sosial Islam Al Manhaj: Univesitas Widya Husada Semarang;Semarang


[1] Permenkes No 20 tahun 2019

Admin
Admin

Smart Lawyer lebih dari sekedar blog atau situs yang menyediakan jutaan informasi hukum secara gratis. Smart Lawyer punya tujuan, harapan, dan impian, sama seperti Anda. Smart Lawyer ingin memberikan solusi yang lebih baik untuk setiap orang yang mencari informasi hukum.

Articles: 1654