Sejarah Organisasi Advokat di Indonesia

Sejak perpecahan organisasi advokat pada 2008 silam, perdebatan tentang bentuk organisasi advokat single bar (hanya ada satu organisasi advokat yang diberikan kewenangan oleh undang-undang untuk mengatur segala sesuatu hal mengenai kepentingan advokat) atau multi bar (banyak organisasi advokat  yang diberikan kewenangan oleh undang-undang untuk mengatur segala sesuatu hal mengenai kepentingan advokat) hingga saat ini terus berlanjut dan seakan tidak ada ujungnya. Tulisan ini tidak membahas apakah single bar lebih baik dari multi bar atau sebaliknya, melainkan membahas sejarah organisasi Advokat di Indonesia.

Sejarah Organisasi Advokat di Indonesia

Sejarah organisasi advokat dimulai sebelum kemerdekaan negara Indonesia. Tidak tahu pasti tahun berapa organisasi advokat yang pertama di Indonesia muncul, tetapi berbagai sumber menyebutkan bahwa organisasi advokat pertama di Indonesia muncul sejak masa kolonialisme. Pada masa itu, jumlah advokat masih terbatas dan hanya ditemukan di kota yang memiliki landraad (pengadilan negeri) dan raad van justitie (dewan pengadilan). Para advokat tersebut tergabung dalam organisasi yang bernama Balie van Advocaten.

Baca juga:
Mau Memulai Kantor Hukum Sendiri? Berikut 10 Hal yang Harus Dipersiapkan

Sebelum kemerdekaan memang sulit untuk menarik alur sejarah organisasi advokat di Indonesia, hal ini mungkin disebabkan kurangnya pemberitaan ataupun catatan terkait organisasi profesi advokat pada masa itu. Namun setelah kemerdekaan, pelan-pelan sejarah organisasi advokat dapat dirunut.

Organisasi advokat setelah kemerdekaan yang pertama kali didirikan adalah Persatuan Advokat Indonesia (“PAI”). PAI terbentuk melalui Seminar Hukum Nasional Advokat Indonesia di Jakarta pada tanggal 1963 (Monika Suharyati: 321).

Kemudian pada 30 Agustus 1964 di Solo diadakan Musyawarah I / Kongres Advokat, dan saat itu secara aklamasi diterima/diresmikan nama dan berdirinya organisasi Persatuan Advokat Indonesia (“PERADIN”). Sejak saat itu PERADIN menggantikan PAI sebagai singkatan dari Persatuan Advokat Indonesia. Dalam Musyawarah I tersebut juga Mr. Iskaq Tjokrohadisuryo (mantan Menteri Perekonomian) terpilih sebagai Ketua Umum PAI periode 1964 -1969. Mr. Iskaq Tjokrohadisuryo merangkap formatur Dewan Pimpinan Pusat PERADIN. Selain itu, hasil musyawarah juga menyebutkan bahwa istilah semua anggota PERADIN diubah menjadi Advokat. (Website: peradin.or.id).

Sebagai satu-satunya organisasi Advokat di Indonesia, PERADIN mendapatkan pengakuan dari Presiden Soeharto yang menjabat sebagai Presiden saat itu. Munculnya PERADIN kemudian diikuti oleh wadah profesi advokat lainnya di Jakarta, seperti Pusat Bantuan dan Pengabdian Hukum (PUSBADHI), Forum Studi dan Komunikasi Advokat (FOSKO ADVOKAT), Himpunan Penasehat Hukum Indonesia (HPHI), Bina Bantuan Hukum (BHH), PERNAJA, dan LBH Kosgoro.

Memuncaknya wadah organisasi advokat tentunya berdampak terhadap politik di Indonesia. Sebagai salah satu langkah politik, Pemerintah RI meminta kepada seluruh Advokat Indonesia yang tergabung dalam organisasi advokat lain, dan khususnya yang bergabung dengan PERADIN untuk membentuk suatu wadah tunggal yang memayungi segala organisasi advokat di Indonesia. 

Berdasarkan wacana tersebut, diadakanlah sebuah perhelatan “Musyawarah Nasional Advokat Indonesia” pada 9-10 Nopember 1985 di Hotel Indonesia. Hasil dari musyawarah tersebut adalah membentuk/ mendirikan Ikatan Advokat Indonesia (IKADIN) dan Harjono Tjitrosubono, S.H terpilih sebagai Ketua Umum Pertama IKADIN

Namun upaya pemerintah untuk membuat wadah tunggal advokat hanya menjadi isapan jempol belaka. Setelah terbentuknya IKADIN ternyata tidak berdampak banyak untuk organisasi advokat. Hal ini ditunjukkan dengan mewabahnya organisasi advokat lain, seperti:

  1. Ikatan Penasihat Hukum Indonesia (IPHI) dirikan pada 1987.
  2. Asosiasi Konsultan Hukum Indonesia (AKHI) didirikan pada 1988.
  3. Asosiasi Advokat Indonesia (AAI) didirikan pada 1990
  4. Himpunan Konsultan Hukum Pasar Modal (HKHPM) didirikan pada 1991.
  5. Himpunan Advokat dan Pengacara Indonesia (HAPI 1993).

Di tahun 1995 pemerintah memberikan fasilitas kepada organisasi advokat yaitu IKADIN, AAI dan IPHI untuk  menyelenggarakan dua seminar nasional advokat Indonesia di Jakarta. Hasil dari seminar tersebut menghasilkan Kode Etik Bersama yang diadopsi oleh ketiga organisasi tersebut dan membentuk Forum Komunikasi Advokat Indonesia (FKAI) pada tahun 1996. FKAI itupun mencapai kemajuan yang signifikan sehingga pada tahun 1998 Mahkamah Agung menyetujui mengadopsi kode etik FKAI untuk dipergunakan pada seluruh pengadilan di Indonesia.

Organisasi Advokat Era tahun 2000-an

Bak jamur di musim hujan, organisasi advokat di Indonesia terus bermunculan. Pada akhirnya para advokat mulai berkumpul kembali untuk mendorong lahirnya Undang-Undang Advokat. Tujuh organisasi advokat yang telah ada, yakni IKADIN, AAI, IPHI, HPI, Serikat Pengacara Indonesia (SPI), HKHPM dan AKHI pada tahun 20021 sepakat membentuk Komite Kerja Advokat Indonesia (KKAI)-versi pertama (FKAI melebur ke dalam KKAI).

KKAI-versi pertama inilah yang kemudian menyelenggarakan Ujian Pengacara Praktik pada tanggal tanggal 17 April 2002, Membuat Kode Etik Advokat Indonesia (KEAI) tanggal 23 Mei 2002 dan mendorong pengesahan RUU Profesi Advokat menjadi UU No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat. Setelah selesai dan berhasil melaksanakan tugasnya, KKAI-versi pertama dibubarkan.

Kemudian setelah Undang-Undang Advokat disahkan, salah satu perintah dari UU tersebut adalah untuk membentuk organisasi advokat berdasarkan UU Advokat paling lama 2 tahun setelah UU tersebut disahkan. 

Untuk menjalankan perintah undang-undang tersebut maka dibentuklah KKA-versi kedua. KKAI-versi kedua dibentuk oleh 8 organisasi advokat, yakni IKADIN, AAI, IPHI, HAPI, SPI, AKHI, HKHPM dan Asosiasi Pengacara Syariah Indonesia (APSI).

Kemudian KKAI-versi kedua melakukan beberapa persiapan untuk membentuk wadah tunggal profesi advokat. Pada akhirnya 8 (delapan) organisasi advokat tersebut mendeklarasikan terbentuknya wadah tunggal advokat yang diberi nama Perhimpunan Advokat Indonesia (PERADI) pada tanggal 21 Desember 2004. Namun yang perlu menjadi catatan bahwa 8 (delapan) organisasi advokat tersebut hingga saat ini masih tetap eksis. Kepengurusan PERADI yang terbentuk pada tahun 2004 tersebut dipimpin oleh Prof. Dr. Otto Hasibuan, S.H., M.H. dan Harry Ponto, S.H., LL.M dipercaya sebagai Ketua Umum dan Sekretaris Jenderal PERADI pertama. Untuk selanjutnya, jabatan Harry Ponto sebagai Sekretaris Jenderal digantikan oleh Hasanuddin Nasution, S.H., M.H.

Ternyata dalam perjalanannya, pada 2008 terjadi perpecahan di internal PERADI. Perpecahan itu memicu lahirnya organisasi advokat baru, yakni Kongres Advokat Indonesia (KAI) yang dibentuk pada mei 2008. Tak sampai disitu perpecahan di PERADI terus berlanjut, dan pada akhirnya pada 2015 PERADI terbelah menjadi 3 (tiga) versi, yakni PERADI, PERADI SUARA ADVOKAT INDONESIA (PERADI SAI) dan PERADI RUMAH BERSAMA ADVOKAT (PERADI RBA).

Kemunculan organisasi-organisasi advokat yang baru hingga saat ini tampaknya sulit untuk dibendung, hal ini merupakan konsekuensi logis dari  Putusan MK Nomor 35/PUU-XVII/2018, Mahkamah Konstitusi menegaskan bahwa 8 (delapan) organisasi advokat selain Peradi masih eksis hingga saat ini. Kehadiran organisasi tersebut tidak dapat dilarang. Pasalnya, konstitusi menjamin kebebasan berserikat dan berkumpul sebagaimana termuat dalam Pasal 28E UUD 1945.

Belakangan terbentuk organisasi advokat lagi, yakni Dewan Pengacara Nasional Indonesia yang dibentuk pada tahun 2020. Diketahui bahwa pengacara kondang Hotman Paris Hutapea merupakan anggota dari Dewan Pengacara Nasional Indonesia.

Kesimpulan

Hingga saat ini, Single Bar ataupun Multi Bar pernah diterapkan namun nyatanya tidak ditemukan rumusan yang terbaik untuk organisasi advokat di Indonesia.

Drama, polemik dan kerap berujung perpecahan itulah yang melekat pada perjalanan organisasi advokat di Indonesia.

Referensi:

  • Monika Suharyati, Gaturan Sistem Organisasi Advokat Dalam Rancangan Undang-Undang Tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 Tentang Advokat, 2015, hlm. 321, diakses melalui: https://dprexternal3.dpr.go.id/index.php/kajian/article/view/632
  • Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat [unduh]
  • Sejarah Peradin, diakses melalui: http://peradin.or.id/index.php?option=com_content&view=article&id=48%3Asejarahperadin&catid=36%3Atentang-peradin&lang=in
smartlawyer.id
Admin
Admin

Smart Lawyer lebih dari sekedar blog atau situs yang menyediakan jutaan informasi hukum secara gratis. Smart Lawyer punya tujuan, harapan, dan impian, sama seperti Anda. Smart Lawyer ingin memberikan solusi yang lebih baik untuk setiap orang yang mencari informasi hukum.

Articles: 1643