Perkembangan Regulasi Kripto di Indonesia

Kemajuan teknologi menghadirkan beragam inovasi digital, termasuk kripto atau sering disebut cryptocurrency. Ketenaran kripto di dunia saat ini tak lepas dari digitalisi dan revolusi industri. Di Indonesia, ketertarikan terhadap kripto terus meningkat sebagai instrumen investasi.

Dalam posting blog ini, kami akan membahas:

  • Pendahuluan
  • Pengertian Kripto
  • Perkembangan Regulasi Kripto
  • Kritik Terhadap Regulasi Kripto di Indonesia

Bagi Anda yang baru memulai investasi kripto, atau baru berencana berinvestasi atau trading kripto. Kami berharap posting blog ini akan memandu Anda melalui pertanyaan besar “Bagaimana regulasi kripto di Indonesia?”

Pendahuluan

Saat ini, evolusi digital merupakan suatu keniscayaan. Era ini diwarnai oleh munculnya berbagai da perubahan yang terjadi dalam teknologi yang mengakibatkan dampak terhadap berbagai bidang, salah satunya adalah transaksi konvensional ke digital. Salah satu uang digital itu adalah kripto.

Terikait kripto. Indonesia menemoati peringkat 30 besar, di bawah Malaysia, Vietnam dalam kepemilikan kripto, pada 2021 berdasarkan data dari Triple A. Diperkirakan ada sekitar 7,2 juta orang Indonesia yang saat ini memiliki kripto.

Selain itum Assosiasi Blockchain Indonesia, menyebutkan jumlah pemilik kripto di Indonesia mencapai 7,4 juta orang. Angka tersebut meningkat 85 persen jika dibandingkan pada 2020 yang hanya berjumlah 4 juta orang.

Data-data di atas menunjukan bahwa di Indonesia, ketertarikan terhadap kripto mulai meningkat sebagai instrumen investasi.

Pengertian Kripto

Sebelum dijelaskan pengertian kripto menurut hukum di Indonesia. Penulis mencoba memberikan pengertian kripto yang dipahami secara teknis.

Kripto atau sering disebut cryptocurrency adalah uang digital terdesentralisasi yang didasarkan pada teknologi blockchain. Anda mungkin akrab dengan versi yang paling populer, Bitcoin dan Ethereum, tetapi ada belasan ribu cryptocurrency berbeda yang beredar di dunia.

Mata uang kripto atau crytocurrency adalah media pertukaran digital, terenkripsi, dan terdesentralisasi. Berbeda dengan Rupih atau Dolar AS, tidak ada otoritas pusat atau pemerintah yang mengelola dan memelihara nilai kripto. Alih-alih, tugas-tugas ini didistribusikan secara luas di antara pengguna cryptocurrency melalui internet.

Pertanyaan selanjutnya apa yang dimaksud dengan blockchain? Blockchain adalah buku besar terdistribusi terbuka yang mencatat transaksi dalam kode. Dalam praktiknya, ini seperti buku cek yang didistribusikan ke banyak komputer di seluruh dunia. Transaksi dicatat dalam “blok” yang kemudian dihubungkan bersama pada “rantai” transaksi kripto sebelumnya.

Dengan blockchain, setiap orang yang menggunakan cryptocurrency memiliki salinan sendiri dari buku ini untuk membuat catatan transaksi terpadu. Setiap transaksi baru yang terjadi dicatat, dan setiap salinan blockchain diperbarui secara bersamaan dengan informasi baru, menjaga semua catatan tetap identik dan akurat.

Untuk mencegah penipuan, setiap transaksi diperiksa menggunakan teknik validasi, seperti bukti kerja atau bukti kepemilikan.

“Bukti kerja adalah metode untuk memverifikasi transaksi pada blockchain di mana algoritma menyediakan masalah matematika yang harus diselesaikan oleh komputer,” kata Simon Oxenham, manajer media sosial di Xcoins.com.

Setiap komputer yang berpartisipasi, sering disebut sebagai “penambang,” atau “miner” memecahkan teka-teki matematika yang membantu memverifikasi sekelompok transaksi disebut sebagai blok. Kemudian menambahkannya ke buku besar blockchain. Komputer pertama yang berhasil melakukannya dihargai dengan sejumlah kecil cryptocurrency untuk usahanya. Bitcoin, misalnya, memberi penghargaan kepada penambang 6,25 BTC (yang kira-kira $200.000) untuk memvalidasi blok baru.

Berdasarkan penjelasan diatas, maka terdapat beberpa pihak yang terlibat dalam transaksi kripto atau cryptocurrency, yakni issuer sebagai pihak yang menerbitkan cryptocurrency, penambang (miner) sebagai pihak yang mevalidasi transaksi ke dalam blockchain, kemudian exchange sebagai perantara jual-beli dan pengguna / pembeli cryptocurrency.

Jika melihat peraturan perundang-undangan, maka pengertian kripto, dapat ditemui pada Peraturan Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi Nomor 5 Tahun 2019. Pasal 1 ayat (1) mendefinisikan:

“Aset Kripto adalah komoditi tidak berwujud yang berbentuk digital aset, menggunakan kriptografi, jaringan peer-to-peer, dan buku besar yang terdistribusi, untuk mengatur penciptaan unit baru, memverifikasi transaksi, dan mengamankan transaksi tanpa campur tangan pihak lain”

Dari pengertian tersebut, jelas bahwa cryptocurrency di Indonesia posisinya bukan sebagai mata uang atau alat pembayaran. Namun hanya seagai komoditi.

Perkembangan Regulasi Kripto di Indonesia

Pada bagian ini penulis mencoba merunut regulasi kripto di Indonesia sejak awal sampai saat ini.

Melansir dari Wikipedia, Perusahaan perdagangan kripto pertama di Indonesia adalah Indodax, yang didirikan dari tahun 2014. Artinya sejak saat itu lah sudah ada transaksi jual-beli kripto di Indonesia. Pertanyaannya apakah pada tahun 2014 tersebut sudah ada payung hukum terhadap kripto di Indonesia? Jawabanya adalah belum ada.

Baca juga:
Prosedur Pendirian PT Perorangan, Biaya Hanya Rp50.000

Bahkan, Bank Indonesia pada tahu 2016, melarang penggunaan vitual currency (sebutan BI terhadap kripto) sebagai alat pembayaran karena tidak seusai dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang.

Larangan tersebut dapat dilihat pada Peraturan Bank Indonesia sebagai berikut:

  • PBI No. 18/40/PBI/2016, yakni pelarangan bagi penyelenggara jasa sistem pembayaran untuk memproses transaksi dengan virtual currency.
  • PBI No. 19/12/PBI/2017, yakni penyelenggara teknologi finansial pun dilarang melakukan kegiatan sistem pembayaran dengan virtual currency.

Payung hukum kripto di Indonesia baru ada pada September 2018 berdasarkan Peraturan Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi Nomor 99 Tahun 2018 tentang Kebijakan Umum Penyelenggaraan Perdagangan Berjangka Aset Kripto (Crypto Asset). Peraturan ini merupakan peraturan awal yang secara tegas melegalkan kripto di Indonesia.

Dalam peraturan tersebut disebutkan bahwa aset kripto ditetapkan sebagai komoditi yang dapat dijadikan subjek kontrak berjangka yang diperdagangkan di Bursa Berjangka.

Kemudian pada tahun berikutnya, Bappebti mengeluarkan Peraturan Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi Nomor 5 Tahun 2019 tentang Ketentuan Teknis Penyelenggaraan Pasar Fisik Aset Kripto (Crypto Asset).

Sebagaimana telah disebutkan pada bagian “Pendahuluan” tulisan ini, bahwa kripto disebut sebagai aset kripto, yaitu komoditi tidak berwujud yang berbentuk digital aset, menggunakan kriptografi, jaringan peer-to-peer, dan buku besar yang terdistribusi, untuk mengatur penciptaan unit baru, memverifikasi transaksi, dan mengamankan transaksi tanpa campur tangan pihak lain.

Peraturan Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi Nomor 5 Tahun 2019 tersebut telah diperbaharui 2 (dua) kali, yakni pertama melalui Peraturan Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi Nomor 9 Tahun 2019 dan yang kedua melalui Peraturan Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi Nomor 2 Tahun 2020.

Pada tahun 2020, Bappebti juga menerbitkan peraturan lain tentang transaksi aser kripto, yakni menerbitkan Peraturan Badan Pengawas Perdaganggan Berjangka Komoditi Nomor 7 Tahun 2020 tentang Penetapan Daftar Aset Kripto yang dapat Diperdagangkan di Pasar Fisik Aser Kripto. Dalam peraturan tersebut mencantumkan 229 jenis aset kripto yang dapat diperdagangkan secara legal di Indonesia, termasuk di daftar tersebut, Bitcoin, Ethereum, Polkadot, Sandbox.

Terakhir pada tahun 2021, Bappebti menerbitkan Peraturan Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi Nomor 8 Tahun 2021 tentang Pedoman Penyelenggaraan Perdagangan Pasar Fisik Aset Kripto (Crypto Asset) di Bursa Berjangka.

Peraturan tersebut menyebutkan perdagangan aset kripto di Indonesia harus memperhatikan 5 hal, yakni: 1. prinsip-prinsip tata kelola perusahaan yang baik; 2. tujuan pembentukan pasar fisik aset kripto; 3. kepastian hukum; 4. perlindungan pelanggang aset kripto; dan 5. memfasilitasi inovasi, pertumbuhan dan perkembangan kegiatan usaha perdagangan pasar fisik aset kripto.

Yang paling terakhir ternyata bukan Bappebti yang menerbitkan peraturan terkait kripto, namun Kementerian Keuangan. Kementerian Keuangan menerbitkan Peraturan Kementerian Keuangan (PMK) No. 68/PMK.03/2022 tentang Peraturan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penghasilan atas Transaksi Perdagangan Aset Kripto.

Dalam PMK tersebut diatur bahwa setiap transaksi dari aset kripto akan dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Tarifnya 1% dari PPN 11% atau 0,1% dikali nilai transaksi, jika melalui pedagang kripto yang terdaftar di Bappebti. Kemudian 2% dari PPN 11% atau 0,2% dikali dengan nilai transaksi, jika melalui pedagang kripto yang tidak terdaftar di Bappebti.

Sealin itu, penghasilan yang diterima dari penjualan aset kripto juga dikenakan PPh final, tarifnya:

  • 0,1% dari nilai aset transaksi kripto, tidak termasuk PPN dan PPnBM, dalam hal Penyelenggara Perdagangan Sistem Elektronik telah memperoleh persetujuan pemerintah menjual aset kripto;
  • 0,2% dari nilai aset transaksi kripto, tidak termasuk PPN dan PPnBM, dalam hal Penyelenggara Perdagangan Sistem Elektronik tidak memperoleh persetujuan pemerintah untuk menjual aset kripto.
Kritik Terhadap Regulasi Kripto di Indonesia

Di Indonesia, nilai transaksi aset kripto terus meningkat, bahkan data terakhir yang penulis peroleh dari Bappebti, per Novermber 2021 nilai transaksi kripto mencapai Rp 802,5 triliun. Itu peningkatan yang fantastis, karena pada tahun 2020 nilai transaksi kripto hanya Rp 64,9 triliun.

Peningkat jumlah nilai transaksi kripto tentunya salah satu penyabnya karena banyaknya iklan kripto yang mengklaim kriptonsebagai investasi yang menjanjikan dan dengan hasil yang menggiurkan. Iklan kripto dapat ditemui dimana saja, dimedia sosial maupun di tempat umum tidak ada pembatasan terhadap iklan kripto di Indonesia. Iklan kripto juga diiklankan oleh siapa aja, mulai media, influencer, artis hingga selebgram.

Iklan-iklan kripto tersebut seolah tutup mata dengan semua kemungkinan yang sering terjadi dalam bisnis kripto, mulai dari nilai kripto bisa melonjak atau turun tajam dalam hitungan jam dan hingga saat ini belum ada rumus baku yang bisa memprediksi kapan nilai kripto melonjak atau turun tajam, penipuan, phising, dan lain sebagainya.

Dengan melihat fenomena-fenomena tersebut, tampaknya regulasi kripto belum memberikan perlindungan hukum yang maksimal terhadap investor kripto. Hendaknya ada regulasi yang melarang kripto di iklankan di tempat-tempat umum, karena masyarkat awam yang belum paham dengan mekanisme perdagangan kripto sangat rentan tertipu dan mengalami kerugian finansial.

Lebih lanjutnya, regulasi kripto di Indonesia hanya menguntungkan Pemerintah, hal ini dapat dilihat dengan adanya pengenaan PPN dan PPh final atas kripto.

Pemerintah juga tampaknya tidak terlalu serius dalam upaya memberikan kepastian dan perlindungan hukum terhadap pihak-pihak yang terlibat dalam transaksi kripto. Hal ini dapat dilihat, di Indonesia regulasi Kripto hanya diatur oleh “peraturan Bappebti” bukan diatur dalam Undang-Undang.

smartlawyer.id
Admin
Admin

Smart Lawyer lebih dari sekedar blog atau situs yang menyediakan jutaan informasi hukum secara gratis. Smart Lawyer punya tujuan, harapan, dan impian, sama seperti Anda. Smart Lawyer ingin memberikan solusi yang lebih baik untuk setiap orang yang mencari informasi hukum.

Articles: 1656