Penyidikan Menggunakan Face Recognition (Identifikasi Wajah)

Penyidikan adalah serangkaian tindakan Penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya.

Polda Metro Jaya keliru mengidentifikasi dua orang pelaku pengeroyokan dosen Universitas Indonesia Ade Armando saat aksi demonstrasi 11 April 2022 di depan Gedung DPR/MPR RI. Dua orang yang sebelumnya disebut sebagai terduga pelaku itu yakni Abdul Manaf dan Try Setia Budi Purwanto. Belakangan diketahui bahwa kedua orang itu tengah berada di daerahnya masing-masing saat pengeroyokan Ade Armando terjadi.

Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Endra Zulpan beralasan, pihaknya bisa keliru dalam mengidentifikasi karena kurang akuratnya teknologi face recognition yang dipakai.

“Jadi karena orang yang kami duga pelaku itu menggunakan topi, teknologi face recognition Polda Metro Jaya tingkat akurasinya tidak 100 persen,” kata Zulpan dalam keterangannya, Rabu (13/4/2022) malam. (Kompas.com, 2022).

Sebenarnya apa itu Face Recognition?

Face recognition adalah sebuah teknologi yang bisa mengidentifikasi ataupun mengkonfirmasi identitas seseorang menggunakan wajah mereka. Sistem ini sendiri bisa digunakan untuk mengidentifikasi wajah melalui foto, video, atau bahkan secara langsung.

Face recognition juga merupakan bagian dari teknologi biometric security. Bentuk lainnya dari teknologi ini termasuk voice recognition, iris recognition, atau fingerprint recognition yang juga disematkan di dalam mesin absensi online fingerprint. (Insight Talenta, 2022)

Terdapat beberapa prinsip kerja pada sistem keamanan biometrik, diantaranya yaitu akurasi dari implementasi biometrik dimana pada teknologi biometrik akan memberikan peningkatan yang signifikan dalam akurasi pengidentifikasian identitas seseorang. Kemudian prinsip kerja yang selanjutnya yaitu metode pembuktian keaslian, pengiriman informasi dalam pelayanan, privasi masyarakat dan faktor eksternal. Dan salah satu teknologi biometrik yang sedang populer saat ini adalah sistem pengenalan wajah (face recognition).

Adapun bidang-bidang dalam penelitian yang berkaitan dengan pemrosesan wajah (face processing) antara lain adalah sebagai berikut:

  1. Pengenalan wajah (face recognition) yaitu proses membandingkan sebuah citra wajah dengan basis data wajah dan menemukan basis data wajah yang paling cocok dengan citra masukan tersebut.
  2. Autentikasi wajah (face authentication) yaitu menguji keaslian/kesamaan suatu wajah dengan data wajah yang telah diinputkan sebelumnya.
  3. Lokalisasi wajah (face localization) yaitu pendeteksian wajah namun dengan asumsi hanya ada satu wajah di dalam citra.
  4. Penjejakan wajah (face tracking) yaitu memperkirakan lokasi suatu wajah di dalam video secara real time.
  5. Pengenalan ekspresi wajah (facial expression recognition) untuk mengenali kondisi emosi manusia.

Struktur bentuk wajah (Facial Structure Recognition) dalam penggunaannya menggunakan alat scan dengan panas sinyal inframerah (infrared heat scan) untuk mengidentifikasi karakteristik bentuk wajah. Sistem pengenalan wajah yang digunakan dalam pengamanan teknologi biometrik berfungsi sebagai password dalam cara kerjanya menggunakan ekspresi seseorang tanpa direkayasa, dibuat-buat atau biasa disebut dengan released face.

Pada sistem pendeteksian wajah terdapat bagian titik yang dianggap paling dipercaya dan lebih akurat untuk digunakan dalam sistem keamanan biometrik. Bagian-bagian ini terdiri dari mata, alis mata dan mulut. Akan tetapi, jarak antar bagian mata tidaklah cukup diperoleh secara langsung dari bagian titik muka, maka dari itu diperlukan suatu bentuk metode pada bagian daerah sekitaran mata. Bagian yang lain yang digunakan pada sistem keamanan dalam pendeteksian wajah yaitu mulut, namun secara global ini tidaklah cukup untuk menguraikan bentuk mulut. Maka dari itu untuk mendapatkan bagian ini diperlukan bagian dari wajah yang dinormalisasi berdasarkan tepian dari pemetaan. Dari penjelasan tersebut, untuk mengenali bagian-bagian titik tersebut dapat digunakan suatu pendekatan vector quantization yang terawasi.

Dalam sistem keamanan biometrik dengan pengenalan struktur bentuk wajah ini membutuhkan peralatan kamera dalam pengidentifikasiannya. Adapun device pada face recognition system bekerja sebagai pengenal kode yang bekerja pada objek muka seseorang. Device ini mengambil kode berdasarkan bentuk geometri wajah. Jenis pengambilan data informasi pada device ini dibagi menjadi 2 (dua) tipe, yaitu tipe pengambilan secara 2D dan tipe pengambilan secara 3D. Tapi pada kenyataannya, penggunaan 3D lebih menguntungkan karena lebih spesifik untuk kode pengenal. Sehingga banyak perangkat keamanan yang menggunakan face recognition system dengan tipe 3D.

Baca juga: Fenomena Perkara Perdata Menjadi Pidana di Indonesia
Berikut adalah cara kerja pada device face recognition system yaitu:
  1. Pendeteksian wajah. Pendeteksian wajah dilakukan dengan pengambilan foto wajah dari manusia dengan memindai foto 2D secara digital, atau bisa juga menggunakan video untuk mengambil foto wajah 3D.
  2. Penjajaran. Setelah wajah berhasil dideteksi, software akan dapat menentukan posisi, ukuran, dan sikap kepala. Pada software 3D foto wajah mampu dikenali hingga 90 derajat, sedangkan untuk software 2D posisi kepala harus menghadap kamera paling tidak 35 derajat.
  3. Pengukuran. Selanjutnya software dapat mengukur lekukan yang ada pada wajah dengan menggunakan skala sub-milimeter (microwave) dan membuat template.
  4. Representasi. Kemudian jika template sudah jadi maka template tersebut dapat diterjemahkan kedalam sebuah kode yang unik, yang mempresentasikan setiap wajah.
  5. Pencocokan. Jika foto wajah yang telah direpresentasikan dan ketersediaan foto wajah dalam basis data sama-sama 3D, proses pencocokan dapat langsung dilakukan. Namun, saat ini masih ada tantangan untuk mencocokkan representasi 3D dengan basis data foto 2D. Teknologi baru kini tengah menjawab tantangan ini. Ketika foto wajah 3D diambil, software akan mengidentifikasikan beberapa titik (biasanya tiga titik) yaitu mata bagian luar dan dalam, serta ujung hidung. Berdasarkan hasil pengukuran ini software akan mengubah gambar 3D menjadi 2D, dan membandingkannya dengan gambar wajah 2D yang sudah ada di dalam basis data.
  6. Verifikasi atau identifikasi. Verifikasi merupakan proses pencocokkan satu berbanding satu. Sedangkan identifikasi adalah perbandingan foto wajah yang diambil dengan seluruh gambar yang memiliki kemiripan dalam database.
  7. Analisis tekstur wajah. Kemajuan dalam software face recognition adalah penggunaan biometrik kulit atau keunikan tekstur kulit untuk meningkatkan akurasi hasil pencocokkan. Namun terdapat beberapa faktor yang menyebabkan proses analisis tekstur ini tidak dapat bekerja, misalnya pantulan cahaya dari kacamata atau foto wajah yang menggunakan kacamata matahari. Faktor penghambat analisis lainnya adalah rambut panjang yang menutupi bagian tengah wajah, pencahayaan yang kurang tepat (yang mengakibatkan foto wajah menjadi kelebihan atau kekurangan cahaya), serta resolusi yang rendah (foto diambil dari kejauhan). (Asli RI, 2022).

Bagimana jika penyidikan menggunakan Face Recognition (Identifikasi Wajah) terjadi Kekeliruan atau Korban salah Tangkap?

Korban salah tangkap jelas dirugikan baik materiil maupun non-materiil. Kerugian non-materill salah satunya berupa nama baiknya. Nama baik merupakan suatu bentuk identitas seseorang yang melekat pada dirinya. Ketika nama baik seseorang tercoreng, akan memiliki dampak yang sangat besar. Jadi sangat wajar jika korban salah tangkap ingin memulihkan nama baiknya.

Pasal 9 ayat (1) UU Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman menyatakan: 
Setiap orang yang ditangkap, ditahan, dituntut, atau diadili tanpa alasan berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkannya, berhak menuntut ganti kerugian dan rehabilitasi.”

Berdasarkan pasal di atas, korban salah tangkap dapat melakukan tuntutan ganti kerugian dan rehabilitasi kepada negara yang diajukan melalui pengadilan negeri. Rehabilitasi yaitu pemulihan hak seseorang dalam kemampuan atau posisi semula yang diberikan oleh pengadilan. Rehabilitasi dapat diberikan apabila seseorang yang diadili oleh pengadilan diputus bebas (vrijspraak) atau diputus lepas dari segala tuntutan hukum (ontslag vab alle rechtsvervolging).

Pasal 1 butir 23 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) menyatakan: Rehabilitasi diberikan pada tingkat penyidikan, penuntutan, atau peradilan karena ditangkap, ditahan, dituntut, ataupun diadili tanpa alasan yang berdasarkan Undang-Undang. Atau, karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan menurut cara yang diatur dalam Undang-Undang ini (KUHAP).

Dalam hal seseorang terbukti adalah korban salah tangkap yang akhirnya perkaranya tidak diajukan ke pengadilan maka menurut Pasal 97 ayat (3) KUHAP, permintaan atau permohonan rehabilitasi oleh tersangka diputus oleh hakim praperadilan (mengajukan gugatan praperadilan). Jadi, yang berwenang menetapkan pemberian rehabilitasi pada tingkat penyidikan bukan penyidik, dan pada tingkat penuntutan bukan penuntut umum, tetapi permintaan rehabilitasinya harus diajukan kepada ketua pengadilan negeri yang pemeriksaannya dilakukan dan diputus oleh hakim tunggal praperadilan.

Jangka waktu pengajuan rehabilitasi adalah 14 (empat belas) hari setelah pemohon atau peminta rehabilitasi. Setelah hakim praperadilan menjatuhkan putusan atau penetapan yang berisi pemberian rehabilitasi kepada tersangka atau pemohon, panitera menyampaikan petikan penetapan praperadilan tersebut kepada pemohon. (GRESNEWS.COM, 2015).

SmartLawyer
Bambang Handoko
Bambang Handoko

Bambang Handoko adalah lulusan dari Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara. Bambang telah menangani sejumlah kasus berkelas, membuatnya dikenal sebagai Advokat yang bekerja secara mandiri dan kreatif dalam menangani perkara yang dihadapi kliennya.

Articles: 5