Fenomena Perkara Perdata Menjadi Pidana di Indonesia

Fenomena perkara perdata menjadi pidana sering kali terjadi di Indonesia. Sehingga aparat penegak hukum harus mampu mencari akar permasalahan yang terjadi pada suatu peristiwa hukum yang terjadi di masyarakat. Sebenarnya apakah yang membedakan perkara perdata dan pidana di dalam sistem hukum atau peraturan yang ada di Indonesia?

Sedangkan Hukum Pidana Menurut Moeljatno “Hukum pidana adalah sebagian daripada keseluruhan hukum yang berlaku disuatu negara, yang mengadakan dasar-dasar aturan-aturan untuk:

  1. Menentukan perbuatan-perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan, yang dilarang, dengan disertai ancaman atau sanksi yang berupa pidana tertentu bagi barang siapa melanggar larangan tersebut.
  2. Menentukan kapan dan dalam hal-hal apa kepada mereka yang telah melanggar larangan-larangan tersebut dapat dikenakan atau dijatuhi pidana sebagaimana yang diancamkan.
  3. Menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat dilaksanakan apabila ada orang yang disangka telah melanggar larangan tersebut.

Pada prinsipnya Hukum Perdata dan Hukum Pidana berbeda, Hukum Perdata Fokus pada Hal-hal Privat sedangkan Hukum Pidana Fokus pada Hal-hal Publik, makanya masalah privat tidak boleh menjadi konsumsi Publik, namun seiring perjalanan kasus, kadang ada perkara Perdata justru dimasukkan pada perkara pidana, hal itu disebabkan karena ada unsur pidana yang dapat dijeratkan pada terlapor yang dimaksud (DHP & Partners, 2022).

Dari definisinya saja, kedua hukum ini hukum perdata dan pidana, merupakan hukum yang berbeda. Hukum pidana bisa dikenakan kepada seseorang yang dianggap telah mengganggu kepentingan umum oleh negara. Sementara itu, dalam hukum perdata, negara hanya bertindak sebagai pengawas.

Contoh kasus perdata yang pada akhirnya berubah jadi kasus pidana adalah terkait sengketa tanah. Dalam kasus ini, terlihat jelas kalau pertikaian antara dua pihak yang tengah berebut lahan merupakan hukum perdata. Namun, banyak kasus yang terjadi di Indonesia membawa para tersangka ke ranah hukum pidana.

Contoh lain kasus perdata jadi pidana adalah saat adanya kasus yang melibatkan utang. Seorang tersangka tiba-tiba harus mendekam di penjara karena dirinya telah berutang kepada seseorang. Hal ini jelas murni kasus perdata, tapi keberadaan tersangka tersebut di penjara menjadi bukti kalau kasus ini telah berubah jadi pidana.

Bagaimana hal ini bisa terjadi? Ada beberapa hal yang bisa diperhatikan. Pada contoh kasus pertama, bisa jadi ada unsur-unsur pidana yang muncul saat proses sengketa tanah antara kedua belah pihak. Unsur pidana tersebut beragam, misalnya adanya pemaksaan, penganiayaan, penggelapan, penipuan, dan lain-lain.

Sementara itu, pada kasus kedua kerap terjadi karena adanya penggunaan pasal yang dianggap sebagai “pasal karet”. Dalam contoh kasus ini, tersangka tersebut dianggap telah melakukan penggelapan dan penipuan kepada pelapor. Tuduhan tersebut akan terus diajukan kepada tersangka sampai di melunasi utangnya (BP Lawyer, 2022).

Jika beberapa unsur dan alasan perkara perdata menjadi pidana tersebut tidak terpenuhi, maka tidak dijatuhi sanksi hukum. Berbeda dengan hukum perdata yang berkaitan dengan kepentingan perseorangan. Dinilai sebagai hukum perdata jika tidak memenuhi unsur di atas. Beberapa contoh berkaitan dengan hukum perdata adalah hukum pribadi, hukum keluarga, hukum kekayaan, dan hukum waris. Pada proses penyelesaiannya negara hanya sebagai fasilitator mediasi melibatkan pengadilan.

Namun dalam penyelesaiannya tidak terdapat sanksi hukum berlaku. Karena tidak memenuhi unsur pidana. Tetapi jika kemudian memenuhi unsur tindakan pidana, maka dimungkinkan terjadi perpindahan status kasus hukum.

Dalam pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dijelaskan bisa menjadi urusan hukum perdata apabila memenuhi beberapa unsur. Unsur diantaranya ada perbuatan, melawan hukum sesuai hukum perdata materil. Selain itu juga disertai kesalahan pelaku dan menunjukkan kerugian yang dialami korban serta terdapat hubungan kausal antara perbuatan dan kerugian. Sebenarnya kasus perdata tidak bisa menjadi kasus pidana. Namun mengapa bisa terjadi peralihan status kasus hukum tersebut? Ternyata dalam kasus perdata karena tidak bisa terselesaikan. Maka ditindaklanjuti di lembaga peradilan dengan delik pidana. Maka, kedudukannya berubah. Kasus yang paling sering terjadi berkaitan dengan utang piutang, jual beli, penipuan, pembagian waris, dan lain sebagainya. Maka akan terjadi perubahan contoh kasus hukum perdata menjadi pidana tentunya (Redaksi Justika, 2022).

Mahkamah Agung telah menetapkan kaidah hukum yang dituangkan dalam Yurisprudensi No 4/Yur/Pid/2018 yang mana pada intinya menyebutkan”
“Para pihak yang tidak memenuhi kewajiban dalam perjanjian yang dibuat secara sah bukan penipuan, namun wanprestasi yang masuk dalam ranah keperdataan, KECUALI JIKA PERJANJIAN TERSEBUT DIDASARI DENGAN ITIKAD BURUK/TIDAK BAIK.”

Berdasarkan kaidah tersebut, pada prinsipnya pihak yang tidak memenuhi perjanjian yang dibuat secara sah bukan penipuan melainkan wanprestasi yang masuk dalam ranah perdata, hal itu antara lain ditemukan dalam yurisprudensi berikut:

1. Putusan No. 598 K/Pid/2016 (Ati Else Samalo)

Terdakwa terbukti telah meminjam uang kepada saksi Wa Ode Ikra binti La Ode Mera (saksi korban) sebesar Rp. 4.750.000,00 (empat juta tujuh ratus lima puluh ribu rupiah, namun terdakwa tidak mengembalikan hutang tersebut kepada saksi korban sesuai dengan waktu yang diperjanjikan, meskipun telah ditagih berulang kali oleh saksi korban, oleh karenanya hal tersebut sebagai hubungan keperdataan bukan sebagai perbuatan pidana, sehingga penyelesaiannya merupakan domain hukum perdata, dan karenanya pula terhadap terdakwa harus dilepaskan dari segala tuntutan hukum.

2. Putusan No. 1316K/Pid 2016 (Linda Wakary)

Karena kasus ini diawali dengan adanya perjanjian jual beli antara saksi korban dengan terdakwa dan terdakwa tidak memenuhi kewajibannya dalam perjanjian itu, oleh karenanya perkara a quo adalah masuk lingkup perdata. Sehubungan dengan itu, maka terdakwa harus dilepas dari segala tuntutan hukum. 

3. Putusan No. 902 K/Pid/2017 (Asmawati)

Bahwa perkara a quo bermula dari adanya pinjam meminjam sejumlah uang antara terdakwa dengan korban, namun pada saat jatuh tempo yang dijanjikan terdakwa tidak bisa mengembalikan pinjaman tersebut, sehingga merupakan hutang dan masuk ranah perdata, sehingga penyelesaiannya melalui jalur perdata.

Namun sesuai kaidah hukum di atas, tidak semua perbuatan tidak melaksanakan kewajiban perjanjian tidak dapat dipandang sebagai penipuan, apabila perjanjian dibuat dan didasari dengan itikad buruk/tidak baik, adanya niat jahat untuk merugikan orang lain, seperti misalnya menggunakan martabat atau keadaan palsu atau tipu muslihat, maka perbuatan tersebut bukan merupakan wanprestasi tetapi tindak pidana penipuan. 

Hal tersebut antara lain terdapat dalam Putusan No. 1689 K/Pid/2015 (Henry Kurniadi) yang menyebutkan:
“Bahwa alasan kasasi terdakwa yang menyatakan kasus terdakwa bukan kasus pidana melainkan kasus perdata selanjutnya hutang piutang, antara terdakwa dengan Astrindo Travel tidak dapat dibenarkan karena Terdakwa dalam pemesanan tiket tersebut telah menggunakan nama palsu atau jabatan palsu, hubungan hukum keperdataan yang tidak didasari dengan kejujuran, dan itikad buruk untuk merugikan orang lain adalah penipuan (DNT Lawyer, 2022).”

Peristiwa hukum yang banyak terjadi di masyarakat  mengakibatkan perkara perdata menjadi pidana akan menimbulkan krisis ketidakpercayaan masyarakat terhadap sistem hukum di Indonesia. Sehingga aparat penegak hukum dituntut harus mampu menganalisis peristiwa hukum yang terjadi demi adanya rasa keadilan bagi para pencari keadilan demi kepastian hukum.

Refrensi:
  • Pengertian Hukum Perdata dan Contoh Pasalnya, tersedia di https://www.dslalawfirm.com/hukum-perdata/ (diakses pada 9 Maret 2022).
  • Ketika Kasus Perdata Berubah Menjadi Kasus Pidana, tersedia di https://www.pengacaranusantara.com/2021/11/ketika-kasus-perdata-berubah-menjadi.html (diakses pada 9 Maret 2022)
  • Kasus Perdata Jadi Pidana, Bagaimana Hal Seperti Ini Bisa Terjadi?, tersedia di https://bplawyers.co.id/2018/01/03/kasus-perdata-jadi-pidana/ (diakses pada 9 Maret 2022)
  • Mengapa Terjadi Contoh Kasus Hukum Perdata Menjadi Pidana?, tersedia di https://blog.justika.com/pidana-dan-laporan-polisi/contoh-kasus-hukum-perdata-menjadi-pidana/ (diakses pada 9 Maret 2022)
Bambang Handoko
Bambang Handoko

Bambang Handoko adalah lulusan dari Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara. Bambang telah menangani sejumlah kasus berkelas, membuatnya dikenal sebagai Advokat yang bekerja secara mandiri dan kreatif dalam menangani perkara yang dihadapi kliennya.

Articles: 5