Melihat Perbedaan Pasal Penghinaan Lembaga Negara dalam KUHP Lama dan Baru

DPR dan Presiden telah menyetujui Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) baru dalam rapat paripurna pada tanggal 6 Desember 2022 lalu. Adanya perubahan atas pasal penghinaan lembaga negara, pada KUHP sebelumnya sudah diatur pada Pasal 207 KUHP yang substansinya barangsiapa yang menghina lembaga negara, dihukum penjara 1 (satu) tahun 6 (enam) bulan.

Berbeda dengan pasal penghinaan dalam KUHP baru, meskipun sama sebagai jenis delik aduan tetapi bila pasal yang lama menunjukkan setiap pejabat yang merasa dihina boleh langsung mengadukan ke penegak hukum secara langsung, sedangkan Pasal 240 KUHP baru menyatakan hanya pimpinan dari suatu lembaga negara yang dapat melaporkan dugaan penghinaan tersebut ke penegak hukum.

Keberadaan lembaga negara sendiri dapat membantu melaksanakan fungsinya, dengan tujuan memajukan bangsa dan negara. Menurut Dewi Oktaviani, lembaga pemerintahan adalah yang berkedudukan di pusat yang tugas, fungsi, dan kewenangannya secara tegas diatur dalam Undang-Undang.

Sederhananya, lembaga negara merupakan lembaga pemerintahan yang dibuat oleh negara, dan untuk negara, demi mencapai tujuan negara. Maka sudah selayaknya lembaga negara mendapat kedudukan yang tinggi dan dihormati oleh warga negaranya, jika lembaga negara tersebut menjalankan fungsi dan wewenangnya dengan baik, tetapi akan berbeda pula lah sikap rakyat ketika lembaga negara tidak menjalankan tugas sebagaimana mestinya.

Indonesia sebagai negara demokrasi sebagaimana tertuang dalam pembukaan UUD 1945 yang berbunyi “…maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat…”. Artinya setiap warga negara berhak menyampaikan aspirasi atau kritik kepada pemerintah atau lembaga negara atas kinerja pemerintah.

Selain itu, semangat reformasi juga menegaskan untuk memberikan keleluasaan kepada rakyat untuk menyampaikan aspirasi atau ketidakpuasannya terhadap kinerja pemerintah. Namun, keberadaan KUHP baru tepatnya pada pasal 240 orang yang dianggap menghina lembaga negara dipidana 1 (satu) tahun 6 (enam) bulan, bahkan paling berat dipidana sampai dengan 3 (tiga) tahun. 

Baca juga:
Sanksi Pidana Bagi Anak yang Menganiaya Lansia

Adapun lembaga negara yang dimaksud pada pasal tersebut terbatas pada legislatif  DPR, MPR, dan DPD. Yudikatif  MK dan MA, serta Lembaga Kepresidenan. Dijelaskan bahwa “hinaan” dalam pasal 240 adalah perbuatan yang merendahkan atau merusak kehormatan pemerintah atau lembaga negara, termasuk menista dan memfitnah.

Terdapat unsur ketidakjelasan pada pasal ini, contohnya saja apabila seorang warga negara menyebut bahwa salah satu anggota DPRD telah melakukan tindak pidana korupsi dan untuk menutupi kejahatannya dia membungkam wartawan dengan uang, kebetulan orang itu satu tongkrongan dengan anggota DPRD dan wartawan yang bersangkutan. Tetapi akan dapat dengan mudah orang tersebut dilaporkan dengan dalih memfitnah DPRD sebab sulitnya mencari bukti dari tindak pidana korupsi tersebut.

Selain itu menurut salah satu ahli hukum tata negara Bivitri S.H., LL.M. Dilansir dari kompas.com Bivitri mengatakan KUHP baru tak ubahnya upaya kontrol yang dilakukan Pemerintah Hindia Belanda pada warga pribumi yang vokal mengkritik kesewenangan penjajah.  Terlebih lembaga-lembaga yang dimaksud dalam pasal tersebut merupakan lembaga yang fundamental bagi kesejahteraan dan keadilan rakyat. Misal DPR, yang merupakan wakil rakyat di lingkaran kekuasaan, rakyat menaruh kepercayaan kepada mereka untuk menyampaikan segala kebutuhan dan aspirasi. Tentu seyogyanya rakyat diberikan kesempatan untuk mengkritik kinerja wakil nya, alih-alih membungkam suara yang diwakilinya.

Yudikatif terdapat Mahkamah Konstitusi dan Mahkamah Agung tidak lain adalah sebagai pemegang kekuasaan Kehakiman. Artinya, lembaga pengawal keadilan di Indonesia. Sebagai lembaga yang sakral tentu masyarakat harus menaruh hormat yang sangat tinggi, tetapi tetap saja lembaga sakral tersebut diisi oleh manusia biasa yang tidak terlepas dari pengaruh nafsu kekuasaan ataupun tekanan dari atas. Oleh karena itu, masyarakat harus diberi keleluasaan untuk memberi kritik terhadap lembaga negara yang tidak menjalankan fungsinya dengan baik.

Kesimpulan

Perbedaan dari pasal KUHP lama adalah jika pada Pasal 207 KUHP lama menyatakan bahwa setiap pejabat yang merasa dihina dapat langsung melaporkan nya kepada penegak hukum, sedangkan Pasal 240 KUHP baru menyatakan yang berhak melaporkan dugaan penghinaan hanya pimpinan dari suatu pemerintahan atau lembaga negara.

Masih banyak terdapat ketidakjelasan dalam Pasal 240 KUHP tersebut, diantaranya terkait penghinaan yang bisa dijadikan tameng bagi kritik dari rakyat, memfitnah, dan merusak kehormatan. Pasal tersebut juga tak ubahnya seperti upaya Pemerintah Hindia Belanda untuk menangani pribumi yang aktif mengkritisi kesewenangan penjajah, padahal Negeri ini sudah 77 tahun merdeka dari penjajahan.

Muhammad Dedi Hamonangan
Muhammad Dedi Hamonangan

Muhammad Dedi Hamonangan merupakan Mahasiswa Universitas Islam Negeri Sumatera Utara. Di Universitas Islam Negeri Sumatera Utara, Dedi mengambil prodi Hukum Tata Negara. Selain itu, Dedi juga bergabung dibeberapa organisasi literasi diantaranya Law Writer’s Group & Bookies Fans Club Labuhanbatu.

Articles: 2