Urgensi Pengawasan Terhadap Pelanggaran Pemilu di Sosial Media

Seiring semakin majunya teknologi informasi dan komunikasi, penyampaian pesan tidak lagi hanya dijalankan secara tatap muka atau dengan media konvensional. Media sosial dinilai lebih efektif dan efesien digunakan sebagai media sosialisasi sekaligus interaksi publik. Karena media sosial termasuk katagori media publik (media massa). Andreas Kaplan dan Michael Haenlein mendefinisikan media sosial sebagai sebuah kelompok aplikasi berbasis internet yang dibangun diatas dasar ideologi dan teknologi Web 2.0, dan memungkinkan penciptaan dan pertukaran user-generated content. Web 2.0 menjadi platform dasar media sosial.

Baca juga:
Hak Atas Pencatatan Akta Kelahiran Bagi Anak

Untuk itu sudah selayaknya menjadi tugas Badan Pengawas Pemulu (Bawaslu) untuk mempu membaca kebutuhan sesuai zaman. Memaksimalkan penggunaan media sosial adalah suatu keharusan karena menjangkau semua pemangku kepentingan pengawasan pemilu dari semua kelompok dan golongan.

Dalam menyelenggarakan Pemilu demokratis, Undang-Undang Pemilihan Umum memberikan ruang terhadap pelibatan dan partisipasi masyarakat, fungsinya sendiri berupa pencegahan dan penindakan sebagai wujud dari visi misi Bawaslu yaitu tegaknya integritas penyelenggara dan hasil Pemilu. Maka untuk meningkatkan partisipasi dari masyarakat tersebut. Bawaslu memanfaatkan teknologi informasi dan media sosial untuk meningkatkan keterlibatan masyarakat sehingga semakin luas, sistemik, terstruktur dan integratif.

Tingginya tensi politik bisa membuat jejaring maya menjadi ajang kampanye hitam di perhelatan pesta demokrasi seperti nantinya Pemilu. Sebab konsumsi media sosial dan arus informasi luar biasa sehingga media sosial menjadi arena yang dimanfaatkan oleh orang yang berkepentingan di pemilu sehingga dapat terjadinya Pelanggaran Pemilu di Media Sosial (Muhammad Rofuiddin, 2022).

Lalu yang menjadi pertanyaan, apa yang membuat terjadinya Pelanggaran Pemilu di Media Sosial? Bawaslu sendiri menilai bahwa adanya waktu posting tidak sesuai dengan waktu tahapan kampanye. “Semisal posting kampanye di masa tenang itu patut diduga melanggar”. Selain itu konten yang mengandung unsur pelanggaran seperti hasutan, kebencian, dan SARA. Padahal seperti yang kita ketahui peserta Pemilu dilarang berkampanye menghasut mengadu domba karena hal itu diatur dalam undang-undang.

Adanya media sosial sehingga timbulnya frekuensi munculnya ujaran kebencian dan pemberitaan hoaks pun yang semakin tinggi. Sehingga pengaturan terkait kampanye di media sosial oleh KPU dan penanganannya oleh Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) juga harus mendapat perhatikan khusus. Saat ini dalam Undang-Undang Pemilu, pengaturan pidana terkait kampanye belum mengatur mengenai penggunaan media sosial.

Dalam peraturan KPU (PKPU) Nomor 23 tahun 2018 tentang Kampanye Pemilu, pengaturan kampanye di media sosial hanya sebatas mengatur pendaftaran akun pemilik peserta pemilu. KPU membatasi setiap peserta pemilu hanya boleh memiliki akun media sosial yang digunakan untuk kampanye paling banyak 10 akun. Namun, KPU tidak mengatur mengenai penyebaran konten kampanye, yang bisa saja dilakukan oleh orang luar tim kampanye atau oleh buzzer politik musiman yang muncul lima tahunan sekali. Belum lagi fenomena hoaks dan ujaran kebencian yang dengan mudahnya tersebar hanya dengan satu klik di akun media sosial.

Pelaksanaan kampanye melalui media sosial menjadi tugas berat bagi Bawaslu apabila tidak ada terobosan dalam mengatasi potensi jutaan akun yang menyebarkan informasi dan konten negative selama masa kampanye, oleh karenanya Bawaslu harus memiliki cara tersendiri untuk mengatasi pelanggaran kampanye di media sosial.

Hal terpenting perlunya pengawasan khusus terhadap pemilu melalui sosial media adalah bagaimana memberikan pemahaman kepada masyarakat secara luas bahwa kerja pengawasan bukan hanya kerja Bawaslu, namun juga menjadi tanggung jawab seluruh masyarakat. Berangkat dari pemahaman tersebut, diharapkan dapat meminimalisir pelanggaran-pelanggaran pemilu, khususnya di media sosial.

Menurut penulis pelaksanaan kampanye melalui media sosial perlu desain pengawasan lebih inovatif pada Pemilu 2024. Untuk memastikan tidak adanya pelanggaran di sosial media, bawaslu juga harus membuat regulasi penggunaan media selama masa minggu tenang, sekaligus memberi rambu-rambu larangan yang berkenan juga dengan SARA.

Referensi:
  • Muhammad Rofiuddin, “Pemilu 2024, Bawaslu : Waspadai Pelanggaran Media Sosial”,  Redaksi, Mei 20, 2022.
  • Peraturan KPU (PKPU) Nomor 23 tahun 2018 tentang Kampanye Pemilu | Unduh.
Deswita Fitri
Deswita Fitri

Deswita Fitri merupakan mahasiswa hukum pada Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara. Deswita fokus dan tertarik pada isu-isu hukum publik.

Articles: 3