DPR Memiliki Kewenangan Baru: Pemberhentian Hakim MK Aswanto

Sejatinya, politik memang menghalalkan segala cara untuk mendapatkan kekuasaan, Peribahasa ini seharusnya cukup untuk menjelaskan kepada masyarakat bahwa semua yang terjadi di panggung politik merupakan strategi yang dibangun sedemikian rupa agar para elit politik berhasil meraih tujuan akhirnya yaitu kekuasaan dan kepentingan. 

Baca juga:
Menyoal Rangkap Jabatan Pj Kepala Daerah

Meskipun adagium diatas telah mematahkan semangat, namun ada harapan dari jargon Justice for all (keadilan untuk semua) adalah jargon yang terus dikumandangkan oleh pelaku di bidang hukum baik itu aparatur yang terkait langsung dengan hukum seperti hakim, jaksa, kepolisian, advokat, pengacara maupun masyarakat yang bersinggungan dengan hukum seperti ahli hukum, peneliti hukum, dosen hukum, mahasiswa hukum dan masyarakat yang berurusan dengan hukum. Jargon tersebut sejalan dengan asas equality before the law (setiap orang sama dihadapan hukum).

Menarik kesimpulan dari asas dan jargon, tentunya penegakan hukum di Indonesia yang dicita-citakan oleh para penggiat hukum maupun pemerhati hukum untuk diterapkan dengan seadil-adilnya. Dalam hal ini keadilan yang sangat diharapkan oleh masyarakat tersebut lahir dari Rahim mahkamah Konstitusi, sebuah Lembaga peradilan Independen yang menguji UU bertentangan dengan UUD. Masyarakat Menganggap Mahkamah konstitusi merupakan sebagai lembaga untuk menempuh jalur pertolongan terakhir. 

Namun sangat disayangkan, Lembaga yang sangat dielu-elukan rakyat Indonesia ini, kini menjadi lembaga politik dan terkesan pragmatis. Kemudian baru saja, kamis, tanggal 29 September 2022 lalu, Komisi III DPR RI menyelenggarakan rapat Komisi tanpa terjadwal dan tertutup dengan agenda untuk memberhentikan hakim MK Aswanto, yang masa purnanya baru habis pada tahun 2029 mendatang. 

Adapun isi dari Keputusan Komisi III DPR RI itu adalah sebagai berikut: Tidak akan memperpanjang masa jabatan hakim konstitusi yang berasal dari usulan lembaga DPR atas nama Aswanto dan menunjuk Guntur Hamzah sebagai hakim konstitusi yang berasal dari DPR,” perlu diketahui pemberhentian tersebut tidak sesuai dengan mekanisme PMK. 

Menarik sekali “tiada kawan atau lawan yang abadi, yang ada hanyalah kepentingan abadi, satire yang tepat buat lembaga politik kita, padahal DPR yang memilih Aswanto, kini atas kepentingan politisnya memberhentikan Aswanto.

Kalau memang seorang negarawan tersebut inkonstitusional terhadap kedudukannya saat ini, maka DPR sudah cedera pemikirannya secara Undang-undang. Tentu timbul Tanya buat kita masyarakat awam, bahwa tahun 2020 lalu DPR mendesak untuk harus mengesahkan UU MK, dalam desakan ini DPR sepertinya lupa ambisi politik di tahun 2024 seperti apa, tampaknya DPR gagal membaca dan melihat strategi ius constituendum kedepan. Lebih parahnya lagi, ketika DPR memberhentikan Aswanto dari hakim MK, seorang Profesor ahli hukum bernama Guntur malah mau untuk menerima jabatan tersebut.

Tidak habis-habisnya logika berpikir kita dipaksa terus memikirkan hal diluar nalar, secara yuridis Prof Guntur paham dong kalau Hakim MK Aswanto masih memiliki legitimasi, negara kita adalah negara hukum yang termaktub dalam Pasal 1 ayat (3) UUD NRI 1945 dan secara hukum Hakim Aswanto memiliki legitimate, dan tidak menyalahi aturan perundang-undangan RI.

Pengaturan mengenai pemberhentian hakim konstitusi diatur dalam Undang-Undang  No.7 tahun 2020 tentang Mahkamah Konstitusi dan lebih rinci diatur dalam” *Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 4 Tahun 2012 tentang Tata Cara Pemberhentian Hakim Konstitusi (“PMK No. 4/2012”).  

Jikalau merujuk ke peraturan yang disebutkan di atas maka, DPR adalah lembaga tidak sesuai mekanisme pemberhentian yang dilakukan oleh DPR. Karena substansinya terlalu dadakan dengan alasan tidak memperpanjang diri DPR langsung memberhentikan. Pemberhentian Aswanto oleh DPR itu melanggar undang-undang karena yang bersangkutan baru memasuki masa purna tugas pada 2029 mendatang. Kemudian, DPR tidak berwenang memilih hakim baru karena tidak ada kekosongan hakim disini Ini tindakan sewenang-wenang yg diperbuat oleh MPR. Kalau dibiarkan terus menerus, hal ini bisa menghancurkan peradilan.  

Pengajuan hakim MK dari DPR sebagaimana dalam UUD bukan diartikan bahwa DPR telah abuse of power sehingga berlaku sewenang-wenang dan sewaktu-waktu dapat menggantikan Hakim MK yang tidak mengikuti jalur mekanisme pemberhentian yang diatur dalam PMK No. 04 Tahun 2012. 

Sebagai organ kekuasaan kehakiman yang menjalankan fungsi kehakiman, Mahkamah Konstitusi bersifat independen, baik secara struktural maupun fungsional. Untuk mendukung independensinya, berdasarkan ketentuan Undang-Undang, Mahkamah 

Konstitusi  juga  mempunyai  mata  anggaran  tersendiri,  terpisah  dari  mata  anggaran instansi lain. 

Konstitusi tidak bisa ditafsirkan sesuai dengan kepentingan dan kebutuhan politis DPR saja. Secara pemikiran DPR telah melakukan hal-hal pragmatis, dengan  menambahkan wewenang barunya memberhentikan seseorang tanpa mengikuti mekanisme yang dibuat, dengan memberhentikan aswanto secara mendadak. Dan ini bisa dibawa ke ranah peradilan TUN terhadap Hakim Aswanto dan guntur.

Memang selama ini konstitusi tdk tegas menyebutkan, apakah hakim MK bisa berasal salah satunya dari DPR atau DPR hanya sekedar mengusulkan calon. Statement ini karena tidak diatur secara kompleks dalam sebuah peraturan pelaksana maka bagi pemangku kepentingan bisa menafsirkan sesuai kebutuhan. Inilah yang pada akhirnya ditafsirkan oleh DPR itu sendiri untuk kepentingan politiknya. Sedangkan lembaga ini adalah lembaga independen seharusnya lembaga parpol tidak mencampuri ranah lembaga independen, sehingga pada akhirnya DPR telah melakukan abuse of power.

Kita berharap kepada Presiden untuk tegas menolak hasil keputusan DPR. Jangan sampai ditindaklanjuti karena tidak benar mekanismenya. Kalau langkah ini dibenarkan, DPR berhak memecat hakim konstitusi kapanpun dia mau, nanti MA (Mahkamah Agung) juga akan memecat hakim konstitusi. Presiden juga akan melakukan hal yang sama dan semua bisa memangkas hakim MK dan MK dihapuskan dari lembaga negara.

smartlawyer.id
Rizki Rahayu Fitri
Rizki Rahayu Fitri

Rizki Rahayu Fitri merupakan pemerhati hukum yang fokus pada isu-isu hukum kenegaraan.

Articles: 8