Pelindungan Data Pribadi dalam Pendidikan Digital dan Penggunaan Kecerdasan Buatan di Indonesia

Penerapan teknologi kecerdasan buatan (AI) dalam pendidikan digital di Indonesia telah membawa dampak besar dalam cara sistem pendidikan beroperasi. Dengan meningkatnya penggunaan AI untuk personalisasi pembelajaran, analisis data siswa, dan efisiensi administrasi, muncul pula tantangan besar terkait pelindungan data pribadi siswa. Data pribadi yang dikumpulkan selama proses belajar mengajar bisa mencakup informasi sensitif seperti identitas siswa, riwayat akademik, hingga pola perilaku belajar mereka. Oleh karena itu, regulasi yang mengatur pelindungan data pribadi sangat penting untuk menciptakan keseimbangan antara manfaat teknologi dan pelindungan terhadap hak-hak individu.

Pada tahun 2022, Indonesia mengesahkan Undang-Undang Pelindungan Data Pribadi yang memberikan landasan hukum yang jelas dalam mengelola data pribadi warga negara Indonesia, termasuk data yang diperoleh dari sektor pendidikan. Undang-Undang ini mengatur bagaimana data pribadi harus dikumpulkan, diproses, dan disimpan dengan persetujuan eksplisit dari individu atau wali hukum mereka. Salah satu prinsip penting dalam undang-undang ini adalah transparansi dalam pengumpulan data. Pasal-pasal yang relevan dalam undang-undang ini, seperti Pasal 15 Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Pelindungan Data Pribadi (UU PDP), menegaskan bahwa setiap data pribadi yang dikumpulkan harus memiliki tujuan yang sah dan harus mendapat persetujuan dari subjek data (siswa atau orang tua) terlebih dahulu.

Lebih lanjut, Pasal 16 (UU PDP). menyatakan bahwa individu memiliki hak untuk mengetahui bagaimana data mereka digunakan dan berhak meminta penghapusan data jika dirasa perlu. Pasal-pasal ini memberikan kontrol penuh kepada siswa atau orang tua atas data pribadi mereka. Institusi pendidikan yang mengumpulkan data siswa harus menjaga agar data tersebut terlindungi dengan baik dari akses yang tidak sah. Dalam hal pelanggaran terhadap ketentuan dalam undang-undang ini, seperti kebocoran data pribadi atau penyalahgunaan informasi, sanksi administratif atau pidana bisa dikenakan sesuai dengan Pasal 59 (UU PDP).

Dampak positif dari undang-undang ini adalah bahwa siswa dan orang tua merasa lebih aman karena data mereka dikelola dengan transparan. Namun, tantangan muncul bagi lembaga pendidikan yang harus mematuhi prosedur administratif yang ketat, yang dapat memperlambat implementasi teknologi baru seperti AI jika tidak ditangani dengan baik.

Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) yang disahkan pada tahun 2008 juga memiliki peran penting dalam melindungi data pribadi, khususnya dalam transaksi elektronik yang berkaitan dengan penggunaan teknologi di pendidikan. Pasal 26 UU ITE, yang mengatur larangan penyalahgunaan data pribadi, memberikan pelindungan terhadap data pribadi yang disebarluaskan tanpa izin. Dalam konteks pendidikan digital, undang-undang ini sangat relevan untuk melindungi informasi pribadi siswa yang diproses oleh sistem pendidikan berbasis AI.

Penyalahgunaan data pribadi, seperti peretasan atau pencurian informasi siswa, dapat dicegah dengan adanya dasar hukum yang jelas. Namun, untuk memitigasi risiko penyalahgunaan data, penerapan undang-undang ini membutuhkan penegakan yang kuat dan keterlibatan pihak berwenang yang memiliki sumber daya untuk menangani ancaman dunia maya, sebagaimana diatur dalam Pasal 32 (UU PDP). Jika tidak ditangani dengan serius, kebocoran data tetap menjadi risiko besar dalam sistem pendidikan berbasis teknologi.

Untuk memberikan panduan lebih lanjut mengenai penerapan teknologi digital dalam pendidikan, Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia menetapkan pedoman bagi lembaga pendidikan mengenai bagaimana mereka mengelola penggunaan teknologi dan data pribadi siswa. Peraturan ini mencakup aspek-aspek penting, mulai dari sistem manajemen pembelajaran daring (LMS) hingga pengolahan data yang diperoleh melalui alat pendidikan berbasis kecerdasan buatan. Salah satu poin penting dalam peraturan ini adalah kewajiban lembaga pendidikan untuk menjaga keamanan data siswa sesuai dengan standar yang ditetapkan, seperti yang tercantum dalam Pasal 5 Permendikbud Nomor 24 Tahun 2022 tentang Kebijakan Digitalisasi Pendidikan, mengharuskan lembaga pendidikan menyiapkan petugas pelindungan data.

Peraturan ini juga mengatur pentingnya transparansi dalam pengelolaan data dan memastikan bahwa teknologi yang digunakan tidak melanggar hak privasi siswa. Meskipun peraturan ini memberikan pedoman yang jelas, tantangan terbesar terletak pada implementasinya. Beberapa lembaga pendidikan yang memiliki keterbatasan sumber daya mungkin kesulitan untuk memenuhi standar yang ditetapkan, seperti memastikan sistem keamanan data yang memadai dan mengelola data dengan transparansi penuh.

Tidak bisa kita nafikan tentu AI atau digitalisasi memiliki dampak Positif dan Negatif Penggunaan AI dalam Pendidikan Digital, dampak positif seperti di antaranya: Personalisasi Pembelajaran, AI dapat membantu menciptakan pengalaman belajar yang lebih personal bagi setiap siswa. Dengan kemampuan untuk menganalisis data siswa secara mendalam, AI bisa menyesuaikan materi pembelajaran sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan siswa, meningkatkan efektivitas proses belajar. Otomatisasi Administrasi, AI dapat mengurangi beban administratif bagi guru dengan mengotomatisasi penilaian tugas atau ujian. Hal ini memungkinkan guru untuk lebih fokus pada interaksi langsung dengan siswa. Aksesibilitas Pendidikan yang Lebih Baik, AI dapat membuka akses pendidikan bagi siswa yang berada di daerah terpencil. Melalui platform e-learning berbasis AI, mereka dapat mengakses pendidikan yang berkualitas meskipun jauh dari pusat-pusat pendidikan besar. Analisis Kinerja yang Lebih Akurat, Dengan kemampuannya untuk menganalisis data, AI dapat memberikan umpan balik yang lebih tepat dan akurat mengenai kemajuan siswa, membantu guru untuk lebih cepat mengidentifikasi area yang perlu diperbaiki.

Juga buruknya memiliki Risiko Penyalahgunaan Data, Penggunaan AI membutuhkan pengumpulan data pribadi siswa dalam jumlah besar. Jika data ini tidak dikelola dengan baik, risiko kebocoran atau penyalahgunaan data dapat terjadi. Kesenjangan Digital, Penggunaan teknologi AI dalam pendidikan dapat memperburuk kesenjangan digital antara siswa yang memiliki akses terhadap teknologi dan mereka yang tidak. Ketergantungan pada Teknologi, Ketergantungan pada AI bisa mengurangi interaksi manusia dalam pendidikan, yang bisa berdampak negatif pada perkembangan sosial dan emosional siswa. Keamanan Data, Meskipun ada teknologi keamanan yang semakin maju, serangan dunia maya terhadap sistem pendidikan berbasis AI tetap menjadi risiko yang harus diwaspadai, mengingat potensi kebocoran data pribadi siswa. Penggunaan AI dalam pendidikan digital membawa berbagai manfaat, namun juga menciptakan tantangan signifikan terkait pelindungan data pribadi.

Baca juga:
Politisasi Yudisial: Hakim MK Tidak Menjalankan Asas Keberpihakan Dalam Menjalankan Tugas

Regulasi yang ada, seperti Undang-Undang Pelindungan Data Pribadi, Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik, dan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, memberikan landasan hukum yang kuat untuk melindungi data pribadi siswa dalam sistem pendidikan berbasis AI. Untuk memastikan penerapan teknologi ini berjalan dengan baik, perlu adanya peningkatan literasi digital di kalangan semua pemangku kepentingan, termasuk siswa, orang tua, dan pendidik. Pemerintah dan lembaga pendidikan juga harus memperkuat pengawasan terhadap penyedia teknologi pendidikan berbasis AI, memastikan mereka mematuhi regulasi yang berlaku untuk melindungi data pribadi siswa.

Rizki Rahayu Fitri
Rizki Rahayu Fitri

Rizki Rahayu Fitri merupakan pemerhati hukum yang fokus pada isu-isu hukum kenegaraan.

Articles: 8