Apakah Boleh Menggunakan Logo Pihak Lain Tanpa Izin?

PERTANYAAN

Apakah boleh menggunkan logo pihak lain tanpa izin? Hal mana logo tersebut sudah terdaftar sebagai merek di Dirjen Hak Kekayaan Intelektual.

INTISARI JAWABAN

Tidak diperbolehkan menggunakan logo/merek pihak lain tanpa izin dari si pemilik merek terdaftar. Penggunaan merek harus mendapatkan izin terlebih dahulu dari si pemilik merek terdaftar tersebut. Izin penggunaan merek tersebut harus berdasarkan perjanjian tertulis antara pemberi lisensi merek dan penerima lisensi. Penggunaan merek tanpa hak/izin dapat digugat secara perdata dan/atau dikenakan sanksi pidana sebagaimana disebutkan dalam Pasal 83 ayat (1) dan Pasal 100 ayat (1) UU 20/2016.

Baca juga:
Tidak Semua Perusahaan Wajib Menunjuk Data Protection Officer (DPO)

ULASAN LENGAKP

Tidak jarang memang ditemui penggunaan logo pihak lain tanpa izin dari si pemilik logo tersebut. Pengunaan yang sering ditemui ialah, misalnya pada sosial media Perusahaan A (termasuk website, instagram) menampilkan logo Perusahaan B dan Perusahaan C, lalu memberi keterang bahwa Perusahaan B dan Perusahaan C merupakan klien/customer dari Perusahaan A tersebut. Padahal Perusahaan A tidak memiliki izin untuk menampilkan logo Perusahaan A dan Perusahaan B pada sosial medianya untuk keperluan apapun.

Oleh karenanya, apakah boleh menggunakan logo pihak lain tanpa izin? Hal mana logo tersebut sudah terdaftar sebagai merek di Dirjen Hak Kekayaan Intelektual.

Ketentuan Menggunakan Logo Pihak Lain

Sebelum masuk pada topik utama, sebaiknya perlu diketahui terlebih dahulu definisi dari “merek”. Menurut Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis (“UU 20/2016”), Merek adalah tanda yang dapat ditampilkan secara grafis berupa gambar, logo, nama, kata, huruf, angka, susunan warna, dalam bentuk 2 (dua) dimensi dan/atau 3 (tiga) dimensi, suara, hologram, atau kombinasi dari 2 (dua) atau lebih unsur tersebut untuk membedakan barang dan/atau jasa yang diproduksi oleh orang atau badan hukum dalam kegiatan perdagangan barang dan/atau jasa.[1]

Berdasarkan definisi tersebut, maka logo termasuk suatu merek. Pemilik merek memiliki hak atas merek setelah merek tersebut terdaftar.[2] Menurut Pasal 1 angka 5 UU 20/2016 menyebutkan bahwa hak atas merek tersebut ialah hak eksklusif yang diberikan oleh negara kepada pemilik merek yang terdaftar untuk jangka waktu tertentu dengan menggunakan sendiri merek tersebut atau memberikan izin kepada pihak lain untuk menggunakannya.[3]

Ketentuan Pasal 1 angka 5 UU 20/2016 telah jelas dan terang bahwa pemilik merek yang terdaftar dapat menggunakan sendiri merek tersebut atau memberikan izin kepada pihak lain untuk menggunakannya. Sehingga tidak ada satu pihakpun yang dapat menggunakan logo/merek yang terdaftar tanpa izin terlebih dahulu dari si pemilik merek tersebut.

Mekanisme yang dapat digunakan untuk memberikan izin pihak lain untuk memakai merek adalah lisensi, yaitu izin yang diberikan oleh pemilik merek terdaftar kepada pihak lain berdasarkan perjanjian secara tertulis sesuai peraturan perundang-undangan untuk menggunakan merek terdaftar.[4]

Perlu dicatat bahwa untuk dapat menggunakan logo/merek pihak pihak lain harus berdasarkan perjanjian secara tertulis (“Perjanjian Lisensi”). Dalam praktik Perjanjian Lisensi dapat dibuat dengan cara:

  1. Membuat Perjanjian Lisensi
    Artinya pemilik merek terdaftar (pemberi lisensi) dengan penerima lisensi membuat satu perjanjian yang isi pokoknya khusus hanya mengatur terkait pemberian izin kepada penerima lisensi untuk menggukan merek terdaftar milik si pemberi lisensi.
  2. Memasukan Klausul Lisensi Penggunaan Merek pada Perjanjian Lain
    Artinya pemilik merek terdaftar (pemberi lisensi) dengan penerima lisensi hanya menyisipkan klausul tentang pemberian izin kepada penerima lisensi pada suatu perjanjian yang pokok isinya bukan hanya berisi tentang pemberian lisensi, namun hal lain. Misalnya menyisipkan klausul pemberian lisensi pada Perjanjian Jasa Pengembangan Aplikasi, yang pokok isi perjanjian tersebut tentang pekerjaan jasa pengembangan aplikasi.

Selanjutnya perlu diketahui juga, menurut Pasal 42 ayat (3) UU 20/2016 disebutkan bahwa Perjanjian Lisensi wajib dimohonkan pencatatnnya kepada Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia.[5]

Kemudian pada Pasal 42 ayat (5) UU 20/2016 disebutkan bawah Perjanjian Lisensi yang tidak dicatatkan tidak berakibat hukum pada Pihak Ketiga.[6]

Dengan adanya ketentuan Pasal 42 ayat (5) UU 20/2016, muncul pertanyaan, apakah jika Perjanjian Lisensi yang tidak dicatatkan kepada Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia batal demi hukum dan tidak mengikat bagi para pembuatnya? Jawabannya Tidak, Perjanjian Lisensi meskipun tidak dicatakan kepada Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia tetap sah, tidak batal demi hukum dan tetap mengikat bagi para pembuatnya, hanya tidak berakibat hukum kepada pihak ketiga.

Risiko Hukum Menggunakan Logo Pihak Lain Tanpa Izin

Adapun risiko hukum jika menggunakan logo/merek pihak lain tanpa izin ialah sebagai berikut:

  1. Gugatan Perdata
    Pemilik merek/logo terdaftar dapat mengajukan gugatan kepada pihak yang menggunakan mereknya tanpa izin ke Pengadilan Niaga, berupa gugatan ganti rugi; dan/atau penghentian semua perbuatan yang berkaitan dengan penggunaan merek tersebut.[7]
  2. Sanksi Pidana
    Pihak yang menggunakan merek/logo pihak lain tanpa hak/izin, dapat dipidana paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp2.000.000.000,- (dua milyar Rupiah).[8] Ketentuan pidana ini merupakan delik aduan, artinya dapat diproses apabila ada aduan/laporan dari korban, yakni pemilik merek terdaftar yang mereknya digunakan pihak lain tanpa hak/izin.

Kesimpulan

Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa tidak diperbolehkan menggunakan logo/merek pihak lain tanpa izin dari si pemilik merek terdaftar. Penggunaan merek harus mendapatkan izin terlebih dahulu dari si pemilik merek terdaftar tersebut. Izin penggunaan merek tersebut harus berdasarkan perjanjian tertulis antara pemberi lisensi merek dan penerima lisensi. Penggunaan merek tanpa hak/izin dapat digugat secara perdata dan/atau dikenakan sanksi pidana sebagaimana disebutkan dalam Pasal 100 ayat (1) UU 20/2016.



[1] Pasal 1 angka 1 UU 20/2016

[2] Pasal 3 UU 20/2016

[3] Pasal 1 angka 5 UU 20/2016

[4] Pasal 1 angka 8 UU 20/2016

[5] Pasal 42 ayat (3) UU 20/2016

[6] Pasal 42 ayat (5) UU 20/2016

[7] Pasal 83 ayat (1) UU 20/2016

[8] Pasal 100 ayat (1) UU 20/2016

smartlawyer.id
Kesuma Putra
Kesuma Putra

Kesuma Putra has been practicing law professionally since 2019 and his works include, advising clients on disputes and litigation, compliance, commercial contract and general corporate matters.

Articles: 9