Memahami Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan Sebagai Hak Asasi Manusia

Dalam tulisan ini akan kami jelaskan tentang hal-hal dasar dari Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan Sebagai Hak Asasi Manusia. Namun untuk memudahkan pembaca dalam mengenal dan memahaminya maka model tulisan ini akan dibuat dalam bentuk pertanyaan dan jawaban yang kami uraikan sebagaimana dibawah ini.

Pertama. Apa itu kebebasan beragama dan berkeyakinan?

Pengaturan tentang apa itu kebebasan beragama dan berkeyakinan dapat ditemui pada Pasal 18 paragraf 1 Kovenan Internasional Hak Sipil dan Politik yang menyebutkan bahwa setiap orang berhak atas kebebasan berpikir, keyakinan dan beragama. Hak ini mencakup kebebasan untuk menetapkan agama atau kepercayaan atas pilihannya sendiri dan kebebasan, baik secara sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain, baik di tempat umum atau ditempat tertutup, untuk menjalankan agama dan kepercayaannya dalam kegiatan ibadah, pentaatan, pengalaman dan pengajaran.

Selanjutnya menurut Acrot Krishnaswani (New York: 3-4) menyatakan bahwa setiap orang berhak untuk beragama dan berkeyakian secara bebas dan setara, tanpa ada terkecuali, termasuk pula bila sebuah Negara memutuskan suatu agama tertentu sebagai dasar negaranya. Keanekaragaman agama yang dianut oleh setiap orang atau komunitas menjadi dasarnya karena perbedaan merupakan fakta sejarah yang tidak bisa dihindari.

Pada dasarnya hingga saat ini belum ada definisi universal tentang apa itu agama. Sehingga Pasal 18 DUHAM dan Kovenan Sipol menggunakan istilah “kebebasan pikiran, hati nurani dan agama (thought, conscience and religion)” untuk menhindari adanya diskriminasi terhadap kelompok agama atau kepercayaan tertentu.

Baca juga: Mengenal Hak Asasi Manusia
Kedua, Apakah hak atas kebebasan beragama dan berkeyakinan dapat dibatasi?

Untuk mengetahui apakah suatu hak dapat dibatasi, haruslah diketahui karakteristik dari masing-masing hak tersebut. Untuk itu dalam konsep HAM dikenal istilah Forum Internum dan Forum Eksternum, yang dapat dijelaskan sebagai berikut:

  1. Forum Internum terkait dengan pemenuhan hak dan kebebasan fundamental yang tidak dapat dikurangi/dibatasi dalam kondisi apapun. Setiap orang berhak menganut, tidak menganut, berpindah atau menyakini suatu ajaran keagamaan, termasuk pula kebebasan berpikir dan hati nurani. Setiap tindakan yang mengekang dan menghalangi hak tersebut merupakan pelanggaran HAM.
    Sebagai contoh penlanggaran forum internum adalah, misalnya dengan mengacu pada keyakinan agama mayoritas di sebuah Negara, Pemerintah kemudian membuat aturan tentang agama dan sekte agama mana yang benar dan sekte agama mana yang sesat. Akibat aturan ini, sekelompok diadili melalui pengadilan karena dianggap menodai suatu agama tertentu. Praktik ini jamak dilakukan, terutama ketika Negata tidak mampu menghormati hak-hak setiap orang untuk menganut agama atau keyakinan sesuai dengan keinginannya secara bebas.
  2. Forum Eksternum terkait dengan pelaksanaan, praktik dan pengamalan dari setiap hak. Forum Eksternum berkaitan erat dengan pelaksanaa, praktik dan pengamalan dari setiap keyakinan agama atau kepercayaan itu sendiri. Dikatakan eksternum, karena sifatnya sebagai manifestasi (eksternal) dari nilai-nilai internal keagamaan.

Salah satu contoh terkait dengan forum internum dan eksternum ini adalah ketika sekelompok umat beragama hendak memiliki rumah ibadat sebagai kebutuhan mendasar dari pelaksanaan nilai-nilai keagamaan. Tanpa adanya alasan yang kuat, tidak boleh menghalang-halangi komunitas agama tertentu untuk memiliki rumah ibadah. Tindakan kesengajaan menghalang-halangi pendirian rumah ibadat, tanpa alasan yang kuat, merupakan pelanggaran terhadap kebebasan beragama. Akan berbeda bila larangan terhadap pendirian rumah ibadat tersebut dilakukan karenan sekelompok orang yang memaksakan diri membangun rumah ibadat di daerah pegunungan yang rawan longsor atau memunculkan peristiwa mematikan yang mengancam penganut agamanya.

Dalam hak kebebasan beragama dan berkeyakinan, hanya yang termasuk forum eksternum saja yang dapat dibatasi oleh Negara dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Syarat pembatasannya diatur dalam Pasal 18 ayat (3) Kovenan Hak Sipol serta Komentar Umum Komite HAM PBB No. 22) adalah harus diatur oleh hukum dan ditujukan untuk:

  • Melindungi keamanaan publik
  • Melindungi ketertiban umum
  • Melindungi kesehatan dan moral publik
  • Melindungi hak dan kebebasan fundamental orang lain.
Ketiga, Apa saja bentuk pelanggaran hak kebebasan beragama dan berkeyakinan?
  • Diskriminasi
    Diskriminasi berdasarkan agama dimaknai sebagai perlakuan terhadap seseorang secara tidak baik karena keyakinan keagamaan yang dimilikinya. Keagamaan dalam hal ini tidak hanya agama-agama yang telah terorganisasi dan besar, seperti Budha. Kristen, Hindu, Islam dan Yahudi, namun juga semua keyakinan yang secara kuat memegang keyakinan agama, etika atau moral. Diskriminasi dan intoleransi mencakup pula perlakuan kepada seseorang secara berbeda karena ia menikah, bergaul atau berhubungan dengan anggota kelompok agama/keyakian tertentu.
  • Ujaran kebencian (Hate speech)
    Pasal 20 ayat (2) Kovenan Hak Sipol mewajibkan Negara-Negara pihak melarang segala tindakan yang menganjurkan kebencian atas dasar kebangsaan, ras atau agama yang merupakan hasutan untuk melakukan diskriminasi, dengan hukum yang berlaku secara nasional. Larangan ini bertujuan untuk memerangi benih-benih dan propoganda yang berisi kebencian atas dasar identitas nasional, rasial atau keagamaan apapun, yang menciptakan provokasi terhadap tindakan diskriminasi, permusuhan atau kekerasan. Negara juga tidak boleh melakukan propoganda-propoganda kebencian atau permusuhan kepada kelompok agama, keyakinan, etnis atau ras tertentu.
Contoh-contoh kasus konfilk keagamaan

Suatu contoh misalnya, komunitas penganut agama A yang secara jumlah lebih banyak daripada kelompok penganut agama B, dengan didukung oleh penguasa berniat untuk menghilangkan kelompok B dari suatu wilayah. Dengan ragam media sosial, elektronik dan cetak, kampanye, dan provokasi terhadap kelompok B terus dilakukan, dengan mengumbar fitnah keburukan kelompok B, bahkan menyamakan mereka dengan binatang yang bertujuan untuk membakar amarah massa agar melakukan kekerasan kepada kelompok B, termasuk misalnya menyatakan darah penganut agama B adalah boleh ditumpahkan.

Menimbulkan dampak kekerasan atau pun tidak, provokasi demikian termasuk dalam siar kebencian yang secara hukum harus dilarang oleh Negara, karena selain merupakan sikap intoleransi yang mengarah kepada kekerasan, provokasi-provokasi yang terus-menerus dapat menimbulkan pelanggaran HAM serius, seperti genosida, pemusnahan masal atau etnis tertentu, hingga kejahatan kemanusiaan, sebagaimana yang telah terjadi di Rwanda antara suku Tutsi dan Hutu.

Admin
Admin

Smart Lawyer lebih dari sekedar blog atau situs yang menyediakan jutaan informasi hukum secara gratis. Smart Lawyer punya tujuan, harapan, dan impian, sama seperti Anda. Smart Lawyer ingin memberikan solusi yang lebih baik untuk setiap orang yang mencari informasi hukum.

Articles: 1671