Karena Bjorka Negara Malu!?

Akhir-akhir ini marak dengan adanya sosok Bjorka yang tegah menjadi perbincangan publik. Hadirnya Bjorka diduga merupakan hacker handal. Sebab, Bjorka berani membuka rahasia beberapa pejabat negara dan juga data masyarakat Indonesia bahkan berhasil menyita perhatian publik dari kasus Ferdy Sambo.

Baca juga:
Urgensi Pengawasan Terhadap Pelanggaran Pemilu di Sosial Media

Meskipun sampai dengan saat ini belum diketahui apa motif dari tindakan Bjorka. Hadirnya Bjorka menuai beberapa tanggapan pro dan juga kontra. Ada yang mendukung kegiatan Bjorka untuk membuka data pribadi menteri, ada juga yang merasa bahwa ini merupakan hal yang harus dijaga dengan baik.

Ada beberapa hal yang sudah Bjorka retas, di mulai dari Bjorka memasarkan 1,3 Milyar data registrasi kartu SIM dari seluruh operator telekomunikasi yang baru. Hacker yang satu ini juga mampu masuk ke Badan Intelegensi Negara (BIN) dan mampu membuka surat Presiden Jokowi kepada BIN, bahkan baru-baru ini Bjorka kembali berulah dengan muncul di salah satu acara televisi yang sedang on air (Vonna Rohaza, 2022).

Pakar keamanan siber dari Indonesia Cyber Security Forum (ICSF) Ardi Sutedja mengatakan mungkin saja hacker Bjorka dijerat pakai Undang-Undang ITE, Namun persoalannya tentang jati diri peretas tersebut. “Memungkinkan pakai Undang-Undang ITE namun harus dibuktikan dulu tentang jati diri Bjorka ini apakah riil atau hanya rekaan. Nah, kalau rekaan ya sama saja kita semua mengejar makhluk halus”, ucapnya.

Menurut penulis kejadian ini cukup mengecewakan hanya karena satu orang yang kita belum tahu siapa dan dimana keberadaanya tetapi membuat ketar-ketir seluruh Indonesia. Negara ini cukup luas bahkan jutaan atau ribuan tim IT yang ada dengan maksud untuk menjaga data-data negara, namun bisa kebobolan hanya karena satu orang yang sampai saat ini belum tahu siapa dia orangnya.

Anehnya negara cukup kurang terhadap pengawasan data yang ada. Pada saat bobolnya data penduduk masyarakat Indonesia sebanyak 1,3 M, pemerintah tidak langsung ambil tindakan. Nah giliran data privat pejabat-pejabat di sebar luaskan baru pemerintah ketar-ketir. Bahkan mereka sampai menurunkan Polisi dan Badan Intelegensi Negara (BIN) untuk mengatasi tindakan ini. Namun konyolnya dari sikap yang di ambil oleh negara malah keliru. Pasalnya polisi salah menangkap pelaku di mulai dari pemuda tukang edit video dan penjual es pinggir dengan tuduhan hacker, Bjorka.

“Indonesia merasa telah mengidentifikasi saya berdasarkan kesalahan informasi dari Dark Tracer (twitter.com/darktracer_int) yang telah memberikan layanan palsu kepada pemerintah Indonesia,” ujar (Bjorka – laman Breached.to)”.

Terlepas dari adanya kebobolan data atau bukan dan adanya sosok Bjorka. Menurut penulis ini soal kepercayaan masyarakat Indonesia dengan pemerintah yang sampai saat ini belum tuntas menangani kasus ini.

Kasus hacker dengan pseudonym Bjorka bukan hal baru di Indonesia. Kasus kebocoran data ini sudah terjadi beberapa tahun terakhir, yakni peretasan situs Sekretariat Kabinet, pada 2021 lalu hingga situs Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) di tahun yang sama, bahkan situs Polri sudah berkali-kali diretas. Masalah ini terletak pada penanganan kebocoran sistem kemanan di Indonesia. Kasus-kasus peretasan di beberapa tahun terakhir tidak pernah diselesaikan sampai tuntas (Wahyudi Djafar “Direktur Eksekutif Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat : 2022).

Aparat keamanan juga dinilai tidak serius dalam menangani kasus peretasan. Sebab, negara sudah membuat aturan keamanan seperti Perpres 95 tahun 2018 tentang sistem pemerintah berbasis elektronik dan BSSN No. 4 tahun 2021 yang menjamin keamanan dikelola pemerintah.

Presiden juga baru-baru ini mengeluarkan Perpres 82 tahun 2022 tentang Pelindungan Infrastruktur Informasi Vital di tengah sistem informasi digital nasional yang memberikan sistem informasi keamanan pertahanan dengan prosedur khusus.

“Ini membuktikan bahwa aturan yang berlaku belum di iimplementasikan, audit keamanan dilakukan tidak secara berkelanjutan dan sesuai standar. BSSN seharusnya melakukan proses penelahan analisis asesmen audit keamanan sistem pemerintah, namun dalam pengelolaan sistem elektronik itu belum terjadi”

Mitigasi keamanan menjadi tugas BSSN, namun Kominfo juga dinilai ikut bertanggung jawab saat terjadi kebocoran data pribadi.

Dari rentetan peretasan yang terjadi, kebocoran tidak dilakukan penyelesaian investigasi, tidak dilakukan mitigasi dan siapa pelakunya secara tuntas, maka seperti kita tidak pernah belajar pada akhirnya.

Referensi:
  1. Vonna Rohaza, “Bjorka Berhasil Meretas Data Penting, Netizen: Semudah Itukah?”, Kebaca, September 14, 2022.
  2. Wahyudi Djafar, “Kasus seperti Bjorka Sudah Banyak, Tak Pernah Diinvestigasi Tuntas, September 14, 2022.
  3. Perpres No. 95 tahun 2018 tentang Sistem Pemerintah Berbasis Elektronik
  4. Peraturan BSSN No. 4 tahun 2021 tentang Pedoman Manajemen dan Standar Teknis dan Prosedur Keamanan Pemerintahan Berbasis Elektronik.
  5. Perpres No. 82 tahun 2022 tentang Pelindungan Infrastruktur Informasi Vital.
smartlawyer.id
Deswita Fitri
Deswita Fitri

Deswita Fitri merupakan mahasiswa hukum pada Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara. Deswita fokus dan tertarik pada isu-isu hukum publik.

Articles: 3