Oleh: Muhammad Afghan Ababil*
Dalam hukum kepailitan debitor masih dapat mengajukan rencana perdamaian kepada kreditornya, meskipun sudah ada putusan pengadilan niaga menyatakan debitor pailit namun Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (*UU K&PKU), Pasal 144 memberikan kesempatan untuk dilakukanya perdamain.
Baca juga:
Urgensi Pengaturan Prinsip Debt Forgiveness dalam Hukum Kepailitan di Indonesia
Berbeda dengan hukum formil perdata lain yang proses perdamaiannya hanya dilakukan para pihak terkait tanpa ada keterlibatan lebih dari pihak pengadilan, Dalam perdamaian kepailitan proses perdamaian ini melalui hakim pengawas. Rangkaian proses perdamaian dilakukan dengan debitor menyerahkan rencana perdamaian kepada seluruh kreditor kemudian diputuskan pasca rapat pencocokan utang. Setelah pengajuan rencana perdamaian diajukan maka sesuai dengan Pasal 146 UU K&PKPU maka kurator dan panitia kreditor sementara wajib membuat pendapat tertulis tentang rencana perdamaian tersebut.
Kurator wajib menyelenggarakan rapat 7 hari selepas dilakukan rapat terakhir guna mengadakan pemungutan suara terkait rencana perdamaian, informasi rapat wajib disampaikan kreditor yang diakui dan juga kepada kreditor sementara yang tidak hadir tidak hadir pada proses rapat pencocokan utang dengan melampirkan rencana perdamaian secara rinci. Pada proses rapat atau pemungutan suara debitor diberikan hak untuk menyampaikan keterangan dan rencana terkait perdamaian.
Rencana perdamaian akan diterima apabila ½ dari kreditor konkuren yang haknya diakui dan sementara diakui, yang mewakili ¾ dari jumlah seluruh utang kreditor konkuren yang diakui dan sementara diakui menyetujui dilaksanakanya perdamaian.
Apabila proses perdamaian diterima maka hasil rapat harus dilaporkan dan disahkan oleh pengadilan niaga, proses ini disebut homologasi. Majelis hakim dalam pertimbanganya akan mempertimbangkan apakah menghomologasi atau justru menolak. Majelis hakim dapat menolak hasil perdamaian apabila ditemukan 3 hal antara:
- Harta debitor lebih besar daripada jumlah yang disampaikan dalam perdamaian alasanya karena jika ternyata harta debitor lebih besar dari yang disepakati maka hal ini akan merugikan kreditor.
- Proses perdamaian tidak cukup terjamin.
- Proses perdamaian dilakukan dengan tipu muslihat serta persekongkolan.
Namun apabila pada proses rapat perdamaian tidak disetujui maka debitor tidak dapat lagi mengajukan perdamaian untuk kedua kalinya hal ini secara yuridis proses kepailitan debitor akan bermuara pada insolven.
*Penulis merupakan Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas widya Mataram