Konsep desentralisasi bertujuan untuk menjadikan Pemerintah Daerah lebih baik dalam memberikan fasilitas untuk pembangunan di daerah. Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah dan berwenang untuk mengatur dan mengurus pemerintahan. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2014, dana desa bersumber dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) yang diperuntukkan bagi desa yang di transfer melalui Anggaran Pendapatan dan belanja Daerah (APBD).
Tujuan dari adanya Dana Desa yaitu untuk membiayai penyelengggaraan urusan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, pembinaan kemasyarakatan dan pemberdayaan masyarakat. Pelaksanaan dan pemanfaatan Dana Desa dilakukan oleh Kepala Desa, Badan Permusyawaratan dan masyarakat desa. (Chabib & Heru, 2014:39)
Baca juga:
Pembatasan Kewenangan Presiden dalam Pembentukan PERPU
Praktik dalam pelaksanaan Dana Desa berdasarkan temuan Indonesian Corruption Watch (ICW) di tahun 2021 menemukan kasus tindak pidana korupsi dana desa sebanyak 154 kasus dengan potensi merugikan keuangan negara sebesar Rp 233 miliar. Hal ini menunjukkan masih rentannya penyalahgunaan Dana Desa. Penyebab terjadinya korupsi Dana Desa yaitu salah satunya masih kurangnya pengawasan dan pemantauan terhadap pelaksanaan Dana Desa. Yang mana pengawasan ini memiliki tujuan untuk mengetahui pengalokasian dana desa sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. (Chabib & Heru, 2014:40)
Dibentuknya satuan tugas Dana Desa pada tahun 2017 menjadi salah satu wujud pengawasan yang dilakukan pemerintah dalam menanggulangi agar tidak terjadinya tindak pidana Korupsi terhadap pengalokasian Dana Desa. Namun Satgas Dana Desa ini masih belum efektif pengawasannya jika melihat dari laporan penelitian yang dilakukan ICW pada tahun 2021 diatas dimana masih naiknya angka kasus tindak pidana Korupsi Dana Desa dari tahun ke tahun.
Penegakan hukum terhadap pelaku tindak pindana korupsi Dana Desa dalam praktik peradilan memiliki kelemahan dikarenakan subtansi hukum yang mengatur diatur tidak tegas sehingga menimbulkan ketidakpastian. Hal ini dapat dilihat dalam melaksanakan penegakan hukum tindak pidana korupsi masih ada perselisihan kewenangan antara Kepolisian dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam hal kewenangan untuk menyelidiki tindak pidana korupsi. (Umar,2017:64-65)
Penentuan unsur kerugian negara yang dilakukan oleh BPK/BPKP dapat ditolak oleh Kejaksaan sehingga kasus tersebut tidak ditindaklanjuti. Namun permasalahan dalam penolakan hasil audit tersebut tidak memiliki indikator yang mutlak dari Kejaksaan. (Umar,2017:69) Hal ini dapat menyebabkan ketidakpastian, yang mana seharusnya hasil audit tersebut dapat dijadikan alat bukti awal persidangan.
Salah satu kasus tindak pidana korupsi Dana Desa Tayando Ohoiel yang dalam 3 tahun tidak diusut oleh Kejaksaan. Tindak pidana korupsi di tahun 2019, 2020 dan 2021 telah dilaporkan oleh masyarakat namun belum ada tindaklanjut dari Kejaksaan.
Berdasarkan permasalahan penegakan tindak pidana korupsi yang menjadikan pemberantasan tindak pidana korupsi Dana Desa tidak dapat terlaksana dengan efektif. sehingga diperlukannya reformulasi terhadap hukum positif dalam hal penegakan hukum tindak pidana korupsi sehingga dalam pelaksanaannya terdapat kepastian. Sehingga dengan adanya kepastian hukum, pemberantasan tindak pidana korupsi Dana Desa dapat diatasi oleh penegak hukum dan tujuan dari Dana Desa untuk mensejahterahkan masyarakat dapat tercapai.