Oleh M. Syahrul Ramadhan Hrp.*
Baru-Baru ini kita dikejutkan dengan laporan tindak pidana terhadap berinisial IK dan DS yang disebut Crazy Rich Muda diduga melakukan penipuan dan perjudian atas investasi bodong yang secara ilegal beredar di Indonesia. Dengan menggunakan platform investasi bodong/ilegal mengajak orang-orang (investor) untuk ikut menginvestasikan dana kepadanya. Namun para investor bukan mendapatkan keuntungan/profit malah mengalami kerugian hingga miliaran rupiah. Peristiwa ini sangat melukai para investor yang mempunyai harapan besar dalam mempertahankan perekonomian mereka pada masa pandemi covid sekarang. terlapor juga diduga melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU) milik investor yang telah tertipu daya olehnya.
Perlu diketahui bahwa pada dasarnya TPPU merupakan tindak pidana lanjutan (follow up crime) atas adanya tindak pidana awal (core crime). Tindak pidana awal ini yang sebagaimana disebutkan dalam pasal 2 Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian (*UU TPPU*). Dalam Kasus diatas dugaan penipuan dan perjudian yang diduga dilakukan oleh IK dan DS terdapat dalam pasal a quo. Ketika pelaku melanjutkan ketahap mengaburkan dana dari tindak pidana seolah-olah uang tersebut dari perbuatan halal maka perbuatan tersebut patut diduga sebagai tindak pidana pencuian uang yang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, Pasal 4 atau Pasal 5 ayat (1) UU TPPU sebagai berikut :
Pasal 3
Setiap orang yang menempatkan, mentransfer, mengalihkan, membelanjakan, membayarkan, menghibahkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, mengubah bentuk, menukarkan dengan mata uang atau surat berharga atau perbuatan lain atas harta kekayaan yang diketahui atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (1) dipidana karena tindak pidana pencucian uang dnegan pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling banyak Rp.5.000.000.000 (lima miliar rupiah).
Pasal 4
Setiap orang yang menyembunyikan atau menyamarkan asal usul, sumber, lokasi, peruntukan, pengalihan hak-hak, atau kepemilikan yang sebenarnya atas harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (1) dipidana karena tindak pidana pencucian uang dengan pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling banyak Rp.5.000.000.000 (lima puluh miliar rupiah).
Pasal 5 ayat (1)
Setiap orang yang menerima atau menguasai penempatan, pentransferan, pembayaran, hibah, sumbangan, penitipan, penukaran, atau menggunakan harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp.1.000.000.000 (satu miliar rupiah).
Perbedaan ketiga pasal tersebut dapat dilihat dari peran pelaku. Pasal 3 dan Pasal 4 dikenakan kepada pelaku aktif TPPU dan pasal 5 ayat (1) kepada Pelaku Pasif TPPU. Berdasarkan konferensi pers Kepala Divisi Humas POLRI pada tanggal 9 Maret 2022 terkait kasus Investasi Bodong yang dilakukan oleh IK dan DS terdapat aliran dana uang tersebut kepada sejumlah artis dan musisi indonesia. Pertanyaannya apakah mereka yang menerima aliran dana tersebut dapat dinyatakan sebagai pelaku TPPU?
Baca juga:
Benarkah Korban Binomo Berpotensi Menjadi Pelaku Dan Ditahan?
Pelaku aktif ialah pelaku utama yang melakukan tindak pidana awal hingga tindak pidana pencucian uang sedangkan kategori pelaku pasif yakni ia yang patut menduga dana tersebut berasal dari tindak pidana. Artinya mens rea (sikap batin) merupakan bentuk kesadaran individu dan reaksi psikologis bahwa dana yang ia terima saat itu berasal dari tindak pidana. Jika hal tersebut adalah benar maka kemudian actus reus-nya (perbuatan) patut diduga sebagai rangkaian pencucian uang yang sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 ayat (1) UU TPPU.
Dalam kriminologi, Teori Netralisasi (Sykes & Matza), tindakan penyamaran uang hasil dari tindak pidana yang sebenarnya juga dilakukan oleh pelaku pasif yang merupakan bentuk dari salah satu teknik netralisasi yaitu deny of responbilitty. Pelaku pasif seringkali mengklaim bahwa tindakan mereka yang melanggar hukum secara murni bukanlah kesalahan mereka. Dalih bahwa pelaku tidak terlibat langsung dalam tindak pidana asal atau tidak mengetahui bahwa harta tersebut hasil dari tindak pidana seringkali menjadi justifikasi pelaku pasif untuk membenarkan tindakannya dalam menerima atau menikmati hasil tindak pidana dan menghindari sanksi hukum bagi dirinya sendiri. maka sejatinya pelaku pasif dalam TPPU tetap perlu ditindak tegas secara hukum. apabila hal tersebut tidak dilakukan, akan menjadi celah bagi pelaku utama untuk mengalirkan dana hasil tindak pidana secara terus menerus kepada pelaku pasif, maupun pemicu bagi banyak pihak yang turut serta menikmati hasil dari kejahatan sehingga yang perlu dibuktikan dari pelaku pasif terkait unsur patut menduga dan mengetahuinya. hal ini serupa dengan pembuktian pasal 480 KUHP yang menjelaskan adanya unsur proparte dolus dan proparte culpoos (setengah sengaja setengah lalai). Dengan demikian, sanksi hukum tersebut perlu diberikan terutama untuk mencegah banyaknya pihak yang secara sengaja maupun sembarangan menerima hasil kejahatan.
Refrensi:
- Cullen, F.T & Wilcox Pamela. (2010). Sykes, Gresham M., and David Matza: Techniques of Neutralization. Encyclopedia of Criminological Theory, pp 920-927.
- Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang
[Download]
*Penulis merupakan advokat dan konsultan hukum pada kantor Dicky Pranata & Associates