Oleh: Muhammad Afghan Ababil*
Pailit merupakan suatu keadaan dimana debitor tidak mampu untuk melakukan pembayaran terhadap utang dari para kreditor. Keadaan tidak mampu membayar utang tersebut lazimnya disebabkan oleh kemunduran usaha yang dijalankan debitor. Sedangkan kepailitan merupakan putusan pengadilan yang menyebabkan sita umum terhadap aset debitor pailit, baik yang sudah ada maupun yang akan ada dikemudian hari. Pengurusan dan pemberesan harta debitor ini dilakukan oleh kurator dibawah hakim pengawas dengan maksud utama penjualan aset ini guna mencukupi pembayaran utang terhadap para kreditur (Hadi Shubhan: 1).
Baca juga:
Pengertian, Syarat dan Tata Cara Pengajuan Permohonan PKPU
Hukum Kepailitan dan Sejarah Pengaturannya
Pengaturan terhadap kepailitan bukanlah hal baru dalam hukum di Indonesia pengaturan ini sudah berlangsung sejak zaman kolonial belanda dan dalam perkembangannya memiliki beberapa perubahan. Di era kolonial belanda kepailitan dibedakan menjadi dua golongan yakni untuk pedagang dan juga untuk bukan pedagang.Untuk pedagang regulasi kepailitan diatur dalam buku 3 KUHD tentang peraturan ketidakmampuan pedagang,sedangkan untuk bukan pedagang diatur dalam rechtsvordering (RV) buku 3 Bab 7.
Dalam implementasi pelaksanaannya perbedaan antara KUHD dan RV membuat penerapan hukum kepailitan ini menjadi sulit oleh karena itu pemerintah hindia belanda menyederhanakan dengan dibentuknya faillissements verordening (staatsblad 1905 No 217) dengan diberlakukannya FV maka seluruh ketentuan sebelumnya.
Pada masa kemerdekaan Indonesia berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 Pasal II aturan peralihan, menyatakan “segala badan negara dan peraturan yang ada masih berlaku selama belum diadakan yang baru menurut Undang-undang dasar ini.” Dengan dasar ini maka peraturan kepailitan FV masih digunakan dalam masa kemerdekaan indonesia
Mulanya pailit bukanlah sebuah kondisi yang diperhatikan oleh hukum Indonesia namun ketika terjadi badai krisis moneter di Indonesia barulah kita menyadari perlu sebuah regulasi yang mengatur bagaimana terkait pemenuhan hak dan kewajiban para pelaku usaha agar roda perekonomian tidak mengalami kebuntuan. Hal ini direspon oleh pemerintah dengan mengeluarkan Perpu Nomor 1 Tahun 1998, yang menjadi angin segar bagi para pelaku usaha untuk dapat menyelesaikan perkara mereka dengan adil, efektif dan terbuka (Ari Ninyasminelisasih.Com). Kemudian Perpu Nomor 1 Tahun 1998 tersebut ditetapkan menjadi Undang-Undang melalui Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998. Namun Undang-Undang ini masih banyak meninggalkan permasalahan berbagai masalah baru karena secara substansi Undang-Undang ini memiliki kelemahan baik dari filosofi maupun penerapan norma dan hal ini berimplikasi kepada proses penegakan hukum.
Kondisi membuat ini membuat pembaharuan peraturan kepailitan dirasa sangat mendesak karena selain untuk mengikuti perkembangan ekonomi yang ada tapi juga harus memperbaiki substansi dari aspek hukumnya sendiri maka dibentuklah Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU, lembar negara nomor 131 dan tambahan lembar negara nomor 4443.
Pailit berasal dari Bahasa perancis yakni failite yang berarti keadaan dimana sudah tidak mampu lagi dalam melakukan pembayaran.ketika seorang debitur dinyatakan sudah tidak dapat melakukan lagi kewajibanya yakni pemenuhan terhadap utang maka akan dilakukan sita umum terhadap aset yang ia miliki untuk menutup segala bentuk utang kepada para kreditor.
Referensi:
- Hadi Shubhan, “Hukum Kepailitan: Prinsip, Norma dan Praktik di Pengadilan, Jakarta: Kencana, 2009.
- Ari Ninyasminelisasih.Com, “Sejarah Hukum Kepailitan” melalui https://ninyasminelisasih.com/2018/02/18/sejara-hukum-kepailitan/ diakses pada 22 Maret 2022, Pukul 19;23.
*Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas widya Mataram