Memperkuat Kewenangan Fungsi Legislasi Terhadap DPD Melalui Amandemen UUD Dalam Persfektif Ketatanegaraan

Ketatanegaraan Indonesia pasca amandemen UUD NRI 1945 menempatkan setiap lembaga negara sama kedudukannya. Dalam UUD NRI 1945, ada 6 (enam) Lembaga Negara yang benar-benar mencerminkan perlembagaan kekuasaan negara, Presiden sebagai wujud kekuasaan eksekutif, Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) sebagai wujud kekuasaan legislatif, dan Mahkamah Agung (MA) serta Mahkamah Konstitusi (MK) sebagai wujud kekuasaan yudisial. (Adventus Toding, Dpd Dalam Struktur Parlemen Indonesia: Wacana Pemusnahan Versus Penguatan,  Jurn, Al Konstitusi Volume 14, Nomor 2, Juni 2017, Hal 297).

Baca Juga:
Memahami Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan Sebagai Hak Asasi Manusia

Sejarah pembentukan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) sebagaimana tercantum dalam lampiran Keputusan MPR Nomor 4/MPR/2004 tentang Laporan Badan Pekerja MPR RI mengenai Hasil Kajian Komisi Konstitusi tentang Perubahan UUD 1945, menegaskan bahwa keberadaan DPD RI dalam struktur ketatanegaraan Indonesia itu antara lain dimaksudkan untuk:

  • Memperkuat ikatan daerah dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan memperteguh persatuan kebangsaan seluruh daerah.
  • Meningkatkan agregasi dan akomodasi aspirasi dan kepentingan daerahdaerah dalam perumusan kebijakan nasional berkaitan dengan negara dan daerah-daerah;
  • Mendorong percepatan demokrasi, pembangunan dan kemajuan daerahdaerah secara serasi dan seimbang.

Kewenangan, Fungsi Legislasi DPD RI

Kendati secara kelembagaan DPD telah memberikan gambaran tersendiri atas gaya dari perwakilan Indonesia, namun keterbatasan kewenangan dan tugas yang dimilikinya telah menimbulkan kepincangan sistem check and balances yang ingin dibangun, khususnya antara DPD dan DPR. Kekerdilan daripada DPD tersirat dalam pasal 22D tentang kewenangan DPD yang sama sekali tidak memberikan hak eksekusi, tetapi sebatas pertimbangan saja.

Sebagai representasi daerah, kehadiran DPD tentulah sangat diharapkan andil dan perannya untuk menyuarakan aspirasi kepentingan masyarakat daerah di tingkat nasional. Hal ini penting untuk disadari bahwa ketimpangan dan ketidak merataan sirkulasi sumber daya antar daerah, khususnya antara jawa dengan luar jawa selama ini telah menjadi suatu alasan nyata munculnya separatisme dan pergolakan di daerah. Kebijakan yang sentralistik selama Orde Lama dan Orde Baru telah menimbulkan kekecewaan daerah terhadap pemerintahan pusat.

Ketentuan fungsi bidang legislasi DPD semakin diperlemah sebagaimana dalam Pasal 22D ayat (2) UUD 1945. Kritik terbesar dalam fungsi legislasi DPD adalah keterlibatan DPD dibatasi sampai pembahasan Tingkat I. Padahal, UUD 1945 memungkinkan DPD ikut sampai pada proses yang berlangsung di Tingkat II. Secara konstitusional, DPD tidak mungkin ikut memberikan persetujuan terhadap sebuah rancangan undang-undang karena UUD 1945 memberikan batasan yang tegas bahwa persetujuan hanya menjadi wewenang DPR dan Presiden. (Saldi Isra, Pergeseran Fungsi Legislasi: Menguatnya Model Legislasi Parlementer Dalam Presidensial Indonesia, Jakarta: Rajawali Pers, 2010, Hal. 266).

Gagasan pengujian terhadap fungsi legislasi Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dan Koalisi Masyarakat mencakup 5 hal. Pertama, agar DPD terlibat secara setara dalam penyusunan program legislasi nasional. Kedua, rancangan undangundang yang dihasilkan diperlakukan sama dengan RUU dari presiden dan DPR. Ketiga, terlibat dalam pembahasan RUU tertentu dari awal hingga akhir. Keempat, pembahasan RUU tertentu bersifat 3 pihak (tripartit), yaitu DPR, DPD, dan presiden. Kelima, sebagai bagian tak terpisahkan dari proses pembahasan RUU tertentu, DPD terlibat pula dalam proses persetujuan sebuah RUU yang dibahas secara tripartit.

Pengujian kewenangan konstitusional DPD yang tercantum dalam Pasal 22D Perubahan Ketiga Undang-Undang Dasar Tahun 1945 dilakukan untuk menemukan dasar konstitusional yang menyatakan serta membenarkan bahwa dalam konteks Pasal 22D Perubahan Ketiga UUD 1945, DPD memiliki kewenangan yang setara dengan DPR dan presiden. Hal yang akan dibahas terutama terkait dengan kewenangan DPD untuk membahas RUU yang tercantum dalam Pasal 22D ayat (2) Perubahan Ketiga UUD 1945 dari awal hingga akhir termasuk tahap persetujuan. (Andryan, Dkk. Penguatan Fungsi Legislasi Dewan Perwakilan Daerah Dalam Sistem Ketatanegaraan Republik Indonesia (Analisis Putusan Mahkamah Konstitusi No.92/Ppu-X/2012), Usu Law Journal, Vol.3.No.2, 2015, Hal 404)

Mahkamah Konstitusi (MK) melalui putusan Nomor 92/PUU-X/2012 telah mengembalikan kewenangan DPD yang sebelumnya direduksi oleh UU No. 13 Tahun 2019 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3) dan UU No. 12 Tahun 2011 yang kini telah diubah menjadi UU No.15 Tahun 2019, tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Hal ini disambut baik oleh DPD yang selama ini hanya menjadi baying-bayang dibawah dominasi DPR; dominasi berlebihan yang mencederai sistem bikameral yang konon dibentuk untuk tujuan mulia yaitu terciptanya sistem check and balances yang baik. Dalam beberapa poin gugatan yang diajukan DPD, 4 (empat) poin diantaranya merupakan pokok eksistensi dan jati diri DPD sebagai lembaga negara yang perlu ditegakkan kembali sebagaimana telah diamanatkan oleh UUD 1945, yaitu:

  • Kewenangan DPD dalam mengajukan RUU setara dengan DPR dan Presiden;
  • Kewenangan DPD ikut membahas RUU;
  • Kewenangan DPD memberikan persetujuan atas RUU; dan
  • Keterlibatan DPD dalam menyusun Prolegnas. (Majalah Konstitusi, Memperkuat Kewenangan Dpd, Konstitusi, Edisi April 2013 No.74, Sekretariat Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Jakarta.)

Fungsi pengawasan ideal yang harus dimiliki dan diberdayakan oleh DPD adalah, dalam Perspektif mekanisme check and balances yang efektif, yakni apabila DPD diberikan fungsi untuk tidak sekedar mengawasi pelaksanaan undang-undang secara formal belaka, melainkan juga mengawasi secara materiil (subtansial), tentang apa yang diinginkan oleh undang-undang tersebut, terutama dikaitkan dengan kebijakan-kebijakan publik yang dilakukan oleh pemerintah. (Jumadi, Penguatan Fungsi Pengawasan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia Dalam Sistem Bikameral Parlemen, Jurisprudentie | Volume 6 Nomor 1 Juni 2019, Hal 106).

Upaya Memperkuat Kewenangan Fungsi Legislasi DPD RI Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa DPD sebagai representasi daerah, kehadirannya sangat diharapkan andil dan perannya untuk menyuarakan aspirasi kepentingan masyarakat daerah. Tetapi DPD sama sekali tidak diberi kewenangan legislatif. DPD hanya memberikan saran atau pertimbangan, dan sama sekali tidak berwenang mengambil keputusan apa-apa di bidang legislatif. Penguatan lembaga DPD akan bisa direalisasikan hanya dengan cara mengamandemen ulang UUD 1945, khususnya tentang pasal-pasal yang mengatur lembaga MPR dan DPD berikut kewenangannya.

Kedepan MPR haruslah didorong menjadi forum bersama antara DPD dan DPR ketika harus memutuskan sesuatu hal yang memerlukan persetujuan bersama antara DPR dan DPD yang telah ditetapkan oleh konstitusi. Melakukan perumusan sebuah bentuk, posisi dan peran dari DPD RI itu sendiri maka dengan tegas cara yang ampuh yaitu dengan mengamandemen UUD NRI 1945 sebagai dasar hukum terkuat dalam kewenangan, peran, penguatan fungsi dari Lembaga Negara, UUD NRI 1945 dapat di derivasikan melalui peraturan pelaksana yang dibuat oleh DPR atau legislative dalam sebuah peraturan perundang-undangan agar lebih rinci dan jelas penjabaran dari kewenangan, fungsi, posisi dan peran dari DPD sebagai perpanjang tanganan daerah. Dengan memberi kebebasan kepada DPD RI dalam menjalankan tugas sesuai wewenangnya demi kesemakmuran rakyat daerah.

REFERENSI
  • Toding., Adventus, Dpd Dalam Struktur Parlemen Indonesia: Wacana Pemusnahan Versus Penguatan, Jurn,Al Konstitusi Volume 14, Nomor 2, Juni 2019.
  • Andryan, Dkk. Penguatan Fungsi Legislasi Dewan Perwakilan Daerah Dalam Sistem Ketatanegaraan Republik Indonesia (Analisis Putusan Mahkamah Konstitusi No.92/Ppu-X/2012), Usu Law Journal, Vol.3.No.2, 2015.
  • Jumadi, Penguatan Fungsi Pengawasan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia Dalam Sistem Bikameral Parlemen, Jurisprudentie | Volume 6 Nomor 1 Juni 2019 Konstitusi.
  • Majalah, Memperkuat Kewenangan Dpd, Konstitusi, Edisi April 2013 No.74, Sekretariat Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Jakarta. Isra.
  • Saldi, Pergeseran Fungsi Legislasi: Menguatnya Model Legislasi Parlementer Dalam Presidensial Indonesia, Jakarta: Rajawali Pers, 2010
smartlawyer.id
Rizki Rahayu Fitri
Rizki Rahayu Fitri

Rizki Rahayu Fitri merupakan pemerhati hukum yang fokus pada isu-isu hukum kenegaraan.

Articles: 7