Represifitas Aparat dan Hilangnya Komitmen Konstitusi

Ilham Fadhillah Ilham Fadhillah
| 11 September 2025


Demokrasi seharusnya membuka ruang dialog, bukan menghadirkan kekerasan. Sayangnya, aparat negara kerap diposisikan sebagai alat kekuasaan, bukan pelindung rakyat. Jika kondisi ini terus dibiarkan, maka cita-cita keadilan sosial dalam Pembukaan UUD 1945 hanyalah utopia. Dalam sistem demokrasi, aparat negara seharusnya ditempatkan sebagai pelindung rakyat, bukan sebaliknya. Namun, dalam beberapa peristiwa belakangan ini, kita justru menyaksikan bagaimana aparat menggunakan pendekatan represif yang tidak hanya melukai fisik, tetapi juga mencederai prinsip keadilan dan nilai kemanusiaan.

Fenomena tersebut menimbulkan pertanyaan serius mengenai komitmen negara dalam menjamin kebebasan berpendapat, sebagaimana diatur dalam Pasal 28E ayat (3) UUD 1945 yang menegaskan hak setiap warga negara untuk menyampaikan pendapat secara lisan maupun tulisan. Praktik represif aparat tidak hanya melanggar konstitusi, tetapi juga berpotensi meruntuhkan kepercayaan publik terhadap institusi negara. Selain itu, kebijakan ekonomi yang dijalankan pemerintah kerap kali memperlihatkan ketimpangan yang nyata. Rakyat dibebani berbagai kewajiban fiskal, sementara pejabat publik memperoleh berbagai fasilitas istimewa. Ketidakadilan ini melahirkan jurang yang semakin dalam antara penguasa dan masyarakat, memperlemah solidaritas sosial, serta memperbesar potensi konflik horizontal.

Dasar sikap kritis ini muncul karena:
  1. DPR lebih sering terjebak dalam kepentingan elit ketimbang menyalurkan aspirasi rakyat.
  2. Presiden masih mengeluarkan kebijakan yang bersifat sesaat, tanpa menyelesaikan akar persoalan masyarakat.
  3. Aparat kepolisian dan militer menggunakan pendekatan represif yang berlawanan dengan prinsip demokrasi dan HAM.
  4. Kebijakan ekonomi yang timpang, di mana rakyat ditekan sementara pejabat dimanjakan dengan fasilitas.
Komitmen yang perlu ditegakkan:
  1. Anggaran negara harus dikelola secara transparan dan berpihak pada kepentingan rakyat.
  2. Presiden perlu menyusun kebijakan jangka panjang yang adil dan menyentuh substansi masalah rakyat.
  3. Politisi wajib menjunjung tinggi etika politik dengan mengedepankan kepentingan publik.
  4. Aparat negara harus menghentikan praktik kriminalisasi terhadap masyarakat yang menyuarakan kritik.
  5. Militer tidak boleh lagi masuk ke dalam ranah sipil yang bukan kewenangannya.

Baca juga: Analisis Yuridis Plagiarisme  Desain Grafis Melalui Media Sosial Perspektif Hak Kekayaan Intelektual

Negara ini berdiri di atas pengorbanan rakyat. Oleh karena itu, suara rakyat bukanlah ancaman, melainkan bagian dari jantung demokrasi yang wajib dijaga. Brutalitas aparat hanya akan menjauhkan negara dari cita-cita hukum yang berkeadilan, sebagaimana tercantum dalam Pembukaan UUD 1945.