Diterapkannya PPKM Darurat untuk Jawa dan Bali sebagai bentuk segitiga merah bertanda seru pertanda meningkat pesatnya Covid-19 di beberapa daerah di Indonesia. Dasar hukum PPKM Darurat itu, sejak berlakunya Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 15 Tahun 2021 Tentang Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat Darurat Corona Virus Disease 2019 Di Wilayah Jawa Dan Bali.
Masyarakat yang terpapar covid-19 memiliki hak atas pelayanan kesehatan, hal ini sebagaimana yang diakomodir dalam Pasal 28H ayat (1) “Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan”.
Namun, di beberapa daerah, Rumah Sakit mengalami krisis oksigen untuk menyediakan nafas tambahan bagi pasien covid-19 sehingga menyebabkan lenyapnya hak hidup pasien covid-19.
Sayangnya, berdasarkan data, banyak pasien covid-19 meninggal dunia pasca krisis oksigen yang ada. Versi CNN tertanggal 7 Juni 2021, sepanjang sabtu, 63 pasien covid-19 meninggal dunia di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Dr Sardjito di Sleman, DI Yogyakarta. Versi Tempo, Penuhnya rumah sakit ini juga berimbas pada krisis oksigen. Sejumlah rumah sakit melaporkan mereka kekurangan oksigen. Di Jawa Barat, misalnya, Gubernur Ridwan Kamil mengatakan mereka defisit 78 ton oksigen. RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta, misalnya, ketar-ketir menangani pasien karena oksigen habis hanya dalam hitungan jam.
Direktur Utama RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta, Mohammad Komarudin mencari pasokan oksigen hingga Kota Surabaya, Jawa Timur dan Denpasar, Bali. Komarudin menyebutkan PT Samator, distributor gas langganan rumah sakitnya hanya mampu memasok sepersepuluh dari kebutuhan oksigen di tengah melonjaknya pasien Covid. Sejak dua pekan terakhir kebutuhan oksigen naik empat kali lipat ketimbang hari biasa. Lebih lanjut¸ Versi JawaPos.Com Per 7 Juli 2021, Krisis Oksigen, 1.040 Pasien Covid-19 Meninggal Dalam Sehari Indonesia Krisis Oksigen Berdasarkan data Kemenkes, saat ini total kebutuhan oksigen untuk perawatan intensif dan isolasi pasien Covid-19 mencapai 1.928 ton/hari, sementara kapasitas yang tersedia ada 2.262 ton/hari. Dengan demikian, ditargetkan untuk wilayah Jawa-Bali bisa mensuplai oksigen sebanyak 2.262 ton/hari.
Media Asing pun menyoroti kasus tingginya angka kematian dan langkanya oksigen di Indonesia, bahwa Associated Press yang mengulasnya dalam artikel berjudul ‘Indonesia seeks more oxygen for COVID-19 sick amid shortage‘, Media terkemuka lainnya, Reuters membahas situasi kekurangan pasokan oksigen di Indonesia dalam artikelnya yang berjudul ‘Indonesia ramps up oxygen output after dozens die amid scarcity‘.
Data itu menunjukkan bahwa kehabisannya stok oksigen menyebabkan pasien covid-19 meninggal dunia, pasien covid-19 yang pada umumnya mengalami kesulitan bernafas akibat kekurangan asupan oksigen. Pasien Covid-19 megap-megap karena tidak mendapat oksigen yang cukup hingga akhirnya meregang nyawa. Lantas tanggungjawab siapa?
Tanggungjawab pemenuhan atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan berada di tangan Negara, Konstitusi tertulis di Indonesia menjamin hal itu, sebagaimana yang tercermin dalam Pasal 34 ayat (3) “Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak”.
Ada dua rencana pemerintah untuk mengatasi krisis oksigen yaitu dengan Impor Oksigen dan Strategi Oksigen Industri untuk Medis. Namun, persediaan itu seharusnya perlu mendapat atensi yang lebih dari pemerintah agar tidak sampai kehabisan stok oksigen di berbagai daerah yang menyebabkan pasien covid-19 tidak tertolong. Selain penerapan PPKM Darurat, harus diberikan ketersediaan alkes (alat kesehatan) yang memadai. Sehingga, lonjakan pasien covid-19 dapat di atasi dengan sebaik-baiknya. Mengingat, hak hidup pasien covid-19 perlu menjadi tanggungjawab pemerintah dalam melakukan penyediaan pelayanan kesehatan. Ibaratnya, ‘berjalan sampai ke batas, berlayar sampai ke hulu’, sehingga usaha yang diimplementasikan hendaknya sampai kepada destinasi yang dituju.