
E-commerce telah diterima dengan baik oleh masyarakat Indonesia disebabkan dipercayai memberikan kemudahan dalam memenuhi kebutuhan, terutama bagi mereka yang memiliki keterbatasan waktu. Kondisi ini mendorong konsumen untuk mengambil keputusan membeli barang secara online. Proses pengambilan keputusan melibatkan pemilihan salah satu dari berbagai alternatif solusi untuk memenuhi kebutuhan yang ada. Konsumen biasanya mengevaluasi opsi yang tersedia dan menentukan tindakan berikutnya berdasarkan informasi yang telah mereka peroleh. Keputusan pembelian mencakup aktivitas, aksi, serta mekanisme psikologis yang dialami konsumen sebelum memutuskan untuk membeli produk atau layanan guna mengakomodasi kebutuhan dan preferensi perorangan, publik, atau lembaga.
Tren keputusan untuk berbelanja secara online terus mengalami peningkatan, dengan masyarakat yang menunjukkan minat besar terhadap aktivitas belanja digital. Secara umum, konsumen yang berminat membeli suatu produk biasanya memulai dengan memperhatikan produk tersebut, merasakan ketertarikan, dan akhirnya melakukan tindakan nyata berupa pembelian. Hal ini menunjukkan bahwa minat merupakan faktor psikologis yang memiliki kontribusi dominan terhadap sikap dan perilaku individu. Minat untuk membeli bermakna sebagai ketertarikan pada suatu objek yang mendorong individu untuk mencoba memperolehnya melalui pembayaran atau bentuk pengorbanan lainnya.
Pada Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK) ditegaskan bahwa setiap konsumen memiliki hak untuk memperoleh informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi serta jaminan barang atau jasa yang ditawarkan. Ketentuan ini secara langsung berkaitan dengan fenomena ulasan palsu dalam perdagangan elektronik (e-commerce), karena ulasan palsu justru menghadirkan informasi yang keliru, menyesatkan, dan menutupi kualitas sebenarnya dari suatu produk atau layanan. Dengan adanya ulasan palsu, konsumen tidak lagi bisa menilai barang atau jasa secara objektif, melainkan digiring oleh informasi manipulatif yang mengaburkan realitas. Situasi ini mengakibatkan pelanggaran terhadap hak dasar konsumen sebagaimana dijamin undang-undang.
Pasal 8 UUPK secara tegas melarang pelaku usaha untuk memperdagangkan barang atau jasa yang tidak sesuai dengan janji, keterangan, atau promosi iklan. Fake reviews yang sengaja dibuat atau diketahui keberadaannya oleh pelaku usaha dapat diposisikan sebagai bentuk promosi menyesatkan, karena ulasan tersebut berfungsi untuk menciptakan gambaran positif semu yang tidak mencerminkan kondisi riil produk. Praktik ini jelas menyalahi prinsip transparansi dan kejujuran dalam perdagangan. Kemudian, Pasal 19 UUPK memberikan landasan hukum bagi konsumen yang dirugikan akibat ulasan palsu untuk menuntut ganti rugi. Pasal ini menegaskan tanggung jawab pelaku usaha untuk memberikan kompensasi, ganti rugi, atau penggantian apabila barang atau jasa yang diterima konsumen tidak sesuai dengan perjanjian atau deskripsi yang dijanjikan, yang dalam konteks ulasan palsu berarti konsumen dapat meminta pertanggungjawaban hukum karena produk yang diperoleh tidak sesuai dengan ekspektasi yang dibentuk oleh ulasan tersebut. Selain itu, pada Pasal 62 UUPK memperkuat perlindungan konsumen dengan menyediakan sanksi pidana berupa hukuman penjara dan/atau denda bagi pelaku usaha yang terbukti melakukan perbuatan yang melanggar ketentuan terkait iklan menyesatkan termasuk fake reviews. Pasal ini memiliki efek jera karena tidak hanya mengatur tanggung jawab perdata berupa ganti rugi, tetapi juga menegakkan konsekuensi pidana untuk menjaga kepastian hukum.
Demikian, keberadaan fake reviews bukanlah masalah sepele, melainkan bentuk pelanggaran hukum yang menyentuh berbagai aspek perlindungan konsumen, mulai dari hak atas informasi (Pasal 4), larangan promosi menyesatkan (Pasal 8), kewajiban ganti rugi (Pasal 19), hingga terancam oleh sanksi pidana (Pasal 62). Oleh sebab itu, praktik ulasan palsu harus dipandang sebagai tindakan melawan hukum yang merugikan konsumen dan mengancam integritas ekosistem perdagangan elektronik, sehingga pengawasan dan penegakan hukum yang konsisten menjadi mutlak diperlukan.
Baca juga: Teori Lembaga Peradilan Konstitusi dalam Konteksnya di Indonesia
Penanganan isu ulasan palsu tidak hanya dapat dibebankan pada pelaku usaha sebagai pembuat ulasan. Masifnya peredaran ulasan palsu juga mencerminkan adanya celah dan kegagalan dalam sistem pengawasan di tingkat platform digital. Platform digital, yang secara hukum berstatus sebagai Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE), memiliki kewajiban legal untuk memastikan integritas dan keamanan ekosistem yang mereka fasilitasi. Oleh karena itu, terdapat ketegangan antara tanggung jawab hukum pelaku usaha dan kewajiban platform yang diatur dalam regulasi, yang implementasinya di lapangan masih menghadapi tantangan signifikan.
Daftar Pustaka
- Clarisa, H., Hardiana, & Areta, H. (2022). Fake Review and Liabilities Defect Goods in E-Commerce. The Lawprenership Journal, 1(2), 19–42.
- Ferenanda, M. S., & Prastyanti, R. A. (2024). Perlindungan Konsumen Terhadap Bahayanya Ulasan Palsu Pada Produk Penjualan E-Commerce. Jurnal Ilmu Hukum, 1(2), 301–306.
- Hayati, A. N., Marzuki, A. A. A., & Firmanditya, N. (2023). ULASAN PALSU DI PLATFORM DIGITAL: PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KONSUMEN DAN PELAKU USAHA. Masyarakat Indonesia, 49(1), 123–134.
- Kossay, M., et al. (2025). Tanggung Jawab Hukum Platform Digital Atas Penyalahgunaan AI Dalam Transaksi Elektronik. MAGISTRA Law Review, 6(1).
- Marsekal Suryadarma, R. Y. D. (2024). Analisa Putusan Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor 465/Pid.Sus/2021/PN Jkt.Sel Mengenai Praktek Periklanan Indonesia. LEX PROGRESSIUM: Jurnal Kajian Hukum Dan Perkembangan Hukum, 1(2).
- Otero, J. M. M. (2021). Fake Reviews on Online Platforms: Perspectives From the US, UK and EU Legislations. SN Social Science, 1(181), 1–30.
- Rafi’ani, K. (2023). Tinjauan Yuridis Terhadap Perlindungan Konsumen Mengenai Diskon Palsu Dalam Bertransaksi Elektronik. Sapientia Et Virtus, 8(2), 261–276.
- Rambe, R. F. A., Bayu, S. I., & Sagala, S. (2023). Penerapan UU ITE (Informasi Dan Transaksi Elektronik) Dan UU Perlindungan Konsumen Pada Kasus Jual Beli Jasa Review Palsu. Journal on Education, 6(1), 10030–10040.
- Zuleika, N., Juninda, N. A., & Darwin, Y. A. (2024). Perlindungan Konsumen Terhadap Testimoni Palsu Dalam Bertransaksi di E-Commerce. Jurnal Intelek Dan Cendikiawan Nusantara, 1(6).
